Perluasan elemen perlindungan korban kejahatan perang pemerkosaan dan perbudakan seksual menurut hukum humaniter dalam putusan kasus Bosco Ntaganda

Show simple item record

dc.contributor.advisor Supriatna, Liona Nanang
dc.contributor.author Panjaitan, Ellen Pricilla
dc.date.accessioned 2019-08-09T10:35:30Z
dc.date.available 2019-08-09T10:35:30Z
dc.date.issued 2018
dc.identifier.other skp37585
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/8750
dc.description 4314 - FH en_US
dc.description.abstract Hukum humaniter terdiri atas semua aturan hukum internasional yang dirancang untuk mengatur perlakuan terhadap individu sipil atau militer, terluka atau aktif dalam konflik bersenjata internasional. Hukum humaniter juga berusaha untuk menetapkan batas-batas dalam melakukan serangan terhadap lawan yang turut serta dalam suatu konflik. Akan tetapi, dalam kenyatannya konflik yang terjadi di antara para pihak yang bertikai selalu diikuti dengan kejahatan-kejahatan lainnya yang juga dilarang dalam berbagai instrumen-instrumen hukum internasional, salah satu diantaranya adalah kejahatan yang berhungan dengan kekerasan seksual yang dilakukan oleh prajurit-prajurit atau pemimpin pernag dan juga anak buahnya yang ditujukan kepada orang-orang yag menjadi korban dalam suatu konflik tertentu, khusunya perempuan dan anak-anak. Namun dalam perkembangan terkini, Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) atau sering disebut ICC memutuskan secara lain pada Kasus Bosco Ntaganda. Bosco Ntaganda merupakan wakil kepala Staff Umum dari kelompok Force Patriotiques pour la Libération du Congo (FPLC), bagian militer dari Union of Congolese Patriots (UCP) selama konflik bersenjata pada tahun 2002-2003 di Ituri, Democratic Republic of Congo (DRC). ICC memutus kasus ini dengan melakukan perluasan penerapan perlindungan terhadap korban kejahatan perang pemerkosaan dan perbudakan seksual yang merupakan tentara anak dari pasukannya sendiri yang direkrut secara paksa oleh Bosco Ntaganda menjadi kelompok bersenjata terorganisir. Akibatnya muncullah perdebatan tentang apakah pelaku yang melakukan kejahatan pemerkosaan dan perbudakan seksual terhadap anggota militer di sisi yang sama tetap dapat dihukum dan masuk ke dalam kejahatan perang seperti yang terdapat di Pasal 8 Statuta Roma, mengingat Pasal 8 Statuta Roma tidak mengatur secara eksplisit mengenai perlindungan terhadap kejahatan perang, khususnya kejahatan yang berhubungan dengan kekerasan seksual. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.title Perluasan elemen perlindungan korban kejahatan perang pemerkosaan dan perbudakan seksual menurut hukum humaniter dalam putusan kasus Bosco Ntaganda en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2014200086
dc.identifier.nidn/nidk NIDN0424086401
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account