Studi kasus terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 tentang diperkenankannya mengadakan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dikaitkan dengan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

Show simple item record

dc.contributor.advisor Meliala, Djaja Sembiring
dc.contributor.author Selvi, Franceline
dc.date.accessioned 2019-08-07T07:09:46Z
dc.date.available 2019-08-07T07:09:46Z
dc.date.issued 2018
dc.identifier.other skh28
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/8693
dc.description 4358 - FH en_US
dc.description.abstract Perkawinan merupakan perbuatan hukum yang memiliki salah satu akibat terhadap harta kekayaan. Kedudukan harta benda dalam perkawinan dapat disimpangi oleh perjanjian perkawinan, yang semula diatur dalam pasal 29 UU Perkawinan, kini telah mendapat pemaknaan baru berdasarkan putusan mahkamah konstitusi nomor 69/puu-xiii/2015, dikarenakan adanya perkawinan campur antara WNI dengan WNA, dimana WNI ingin membeli rumah susun, namun dibatalkan sepihak oleh pihak pengembang karena tidak adanya perjanjian perkawinan. Berdasarkan UUPA kepemilikan tanah dengan status hak milik hanya boleh dimiliki oleh WNI saja. Sehingga dengan demikian mereka yang berkewarganegaraan asing tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah dan WNI yang menikah dengan WNA (tanpa Perjanjian Kawin) dipaksa untuk tunduk pada ketentuan peraturan yang diperuntukkan bagi orang asing. Kini, perjanjian perkawinan dapat dibuat kapan saja dan para pihak bebas untuk menentukan waktu mulai berlakunya perjanjian perkawinan. Selain itu, perjanjian perkawinan dapat diubah dan dicabut. Hal ini sebenarnya tidak dapat dilakukan karena terkait dengan harta bersama yang terikat sehingga tidak dapat dipisahkan atau dibagi kecuali apabila perkawinan putus. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi ini kerap menimbulkan banyak persoalan. Sehingga timbul rasa ingin tahu Penulis mengapa Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) UUPA saja yang mana ketentuan dalam kedua pasal tersebut diubah menjadi Warga Negara Asing yang melangsungkan perkawinan dengan seorang WNI juga dapat memiliki tanah dengan status hak milik dan atau hak guna bangunan sehingga dengan diubahnya kedua pasal tersebut menjadi tidak menimbulkan banyak persoalan. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.subject Perjanjian perkawinan en_US
dc.subject Perkawinan campuran en_US
dc.subject Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria en_US
dc.title Studi kasus terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 tentang diperkenankannya mengadakan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dikaitkan dengan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2014200129
dc.identifier.nidn/nidk NIDK8886030016
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account