Abstract:
Guru merupakan pendidik profesional yang memiliki tugas utama yang salah satunya
adalah mendidik. Dalam mendidik peserta didiknya, guru sering memberikan hukuman
fisik agar peserta didik tersebut menjadi disiplin. Hukuman fisik adalah hukuman yang
diberikan pada fisik seseorang seperti mencubit, memukul, menampar. Oleh karena itu,
pemberian hukuman fisik sering dianggap sebagai kekersan terhadap anak. Dengan
begitu, guru menjadi sering dipidanakan atas hal ini. Dalam hukum pidana itu sendiri
memiliki alasan penghapus pidana di luar KUHP terkait hak mendidik yang dimiliki
guru dalam memberikan hukuman pada peserta didiknya. Selain itu, guru juga memiliki
kekebasan dalam memberikan sanksi sebagaiman diatur dalam Pasal 39 Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Terdapat 2 putusan terkait hukuman
fisik ini yaitu Putusan Nomor 240/Pid.Sus/2016/PNSDA dan Putusan Nomor
1045/Pid.B/2010/PN.Bwi Dalam putusan tersebut guru melakukan hukuman fisik
terhadap peserta didiknya yang melanggar aturan akan tetapi hasil putusan berbeda.
Sehingga tidak ada kejelasan terhadap batasan dalam memberikan hukuman fisik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif yang
diartikan sebagai metode yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sumber hukum primer dalam penulisan
ini adalah Undang –Undang Dasar 1945, KUHP. Undang - Undang N.14 Tahun 2005,
Undang – Undang No. 35 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 serta
peraturan lain yang terkait. Sumber hukum sekunder terdiri dari buku – buku yang
berkaitan dengan penelitian ini. Sumber hukum tersier terdiri dari kamus, ensiklopedia.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini: 1) Dalam memberikan hukuman fisik terhadap
peserta didiknya perlu batasan agar kerugian yang diterima oleh peserta didik lebih
sedikit daripada manfaat dari hukuman fisik tersebut. Batasan itu adalah Hukuman fisik
dapat diberikan apabila kesalahan yang dilakukan peserta didik berlebihan, hukuman
fisik yang dilakukan guru tidak menyebabkan luka, dan/atau membuat peserta didik
merintih kesakitan, hukuman fisik dilakukan karena suatu keharusan atau keterpaksaan
(upaya terakhir), Hukuman fisik tersebut menimbulkan efek jera. 2) Guru memiliki
alasan pembenar dalam memberikan hukuman terhadap peserta didiknya terkait dengan
hak mendidiknya yang dalam hukum pidana disebut dengan tuchtrecht . Dalam hal ini
tuchtrecht akan berfungsi sebagai alasan pembenar jika hukuman fisik yang dilakukan
berdasarkan batasan yang telah disebutkan. Sedangkan, jika perbuatannya melampaui
batas maka tuchtrecht tidak dapat berfungsi menjadi alasan pembenar karena kerugian
yang diterima oleh peserta didik lebih banyak daripada manfaat.