Abstract:
Dalam Hukum Waris Adat Bali, seorang anak sebagai ahli waris memiliki kewajiban adat yang tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban keagamaan, yang dalam hal ini adalah agama Hindu. Di samping itu, Negara Indonesia juga telah memberikan kebebasan bagi setiap warga negaranya untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing seperti yang tercantum dalam Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, apabila seorang ahli waris berpindah agama hal ini akan menimbulkan permasalahan dalam pewarisan Hukum Adat Bali. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban seorang anak sebagai ahli waris yang berpindah agama dalam keluarga serta kemungkinan ahli waris yang berpindah agama tersebut untuk mendapatkan hak mewaris berupa harta warisan dari pewaris.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis sosiologis. Lokasi penelitian ini adalah Desa Penglipuran, Desa ini berlokasi di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Data primer dari penelitian ini adalah hasil dari wawancara terhadap Bendesa Adat Penglipuran, Kepala Lingkungan Desa Adat Penglipuran dan anggota masyarakat yang mempunyai pengalaman terkait permasalahan yang diteliti oleh penulis.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ahli waris yang bepindah agama kehilangan kedudukannya sebagai seorang ahli waris karena tidak dapat melanjutkan kewajiban-kewajiban keagamaan yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban adat salah satunya adalah melakukan upacara pengabenan. Terhadap harta kekayaan, ahli waris ang berpindah agama hanya dapat diberikan pemberian sebatas harta gono-gini dari orang tuanya.