Abstract:
Perkembangan dunia usaha yang bersifat lintas negara semakin berkembang pesat dan luas. Kemudahan dalam hal teknologi, informasi, telekomunikasi, dan transportasi semakin mendorong terjalinnya hubungan bisnis lintas batas negara. Transaksi-transaksi bisnis lintas batas negara ini tentu saja memiliki risiko, salah satunya adalah timbulnya sengketa kepailitan lintas batas negara. Masalah konkret dari sengketa kepailitan lintas batas negara adalah pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan dari suatu negara di negara lainnya. Pengakuan dan pelaksanaan dapat berbenturan dengan kedaulatan suatu negara tempat putusan pailit akan dilaksanakan.
Eksistensi MEA di ASEAN dalam bidang ekonomi mendorong peningkatan hubungan bisnis antar negara ASEAN yang juga tentunya berisiko menimbulkan sengketa kepailitan lintas batas antar negara ASEAN. Negara ASEAN yang menjadi objek penelitian adalah Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Ketiga negara tersebut memiliki hubungan yang cukup erat dalam bidang ekonomi. Indonesia belum memiliki hukum kepailitan yang dapat memfasilitasi pengakuan dan pelaksanaan putusan pailit pengadilan asing. Singapura dan Malaysia sudah memiliki pengaturan mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan pailit pengadilan asing dalam hukum kepailitannya. Akan tetapi pengaturannya terbatas hanya dengan negara yang juga memberikan perlakuan yang secara timbal balik (resiprokal). Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah memperoleh jawaban bagaimana cara Indonesia, Singapura, dan Malaysia mengakui dan melaksanakan putusan pailit pengadilan asing sedangkan ketiga negara tersebut tidak memiliki ketentuan hukumnya.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan cara mengkaji permasalahan berdasarkan bahan-bahan kepustakaan. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan komparatif (comparative approach) dengan metode deskriptif dan analitikal. Adapun sumber hukum primer yang menjadi bahan penelitian adalah aturan hukum Indonesia, Singapura, dan Malaysia dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan asing dan putusan pailit pengadilan asing. Sumber hukum sekunder terdiri dari buku-buku, jurnal-jurnal, makalah-makalah, laporan penelitian, surat kabar, serta bahan-bahan yang diperoleh di internet.
Berdasarkan penelitian, cara yang dapat menjadi alternatif pilihan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu memperbaiki hukum kepailitan yang berkaitan dengan sengketa kepailitan lintas batas negara dengan mengadopsi prinsip-prinsip dalam UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency. Selain itu cara yang paling penting adalah dengan membuat perjanjian bilateral maupun multilateral di antara negara yang berkepentingan (Indonesia, Singapura, dan Malaysia)