Abstract:
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hingga saat ini Undang-Undang Nomor 31 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana masih dijadikan sebagai pedoman dalam penyelesaian perkara pidana. Dalam proses pembuktian sendiri KUHAP menganut sistem pembuktian negatif, yang dapat dimaknai sebagai bahwa hakim hanya bisa menjatuhkan pidana apabila ia memperoleh keyakinan berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah. Alat bukti yang sah sendiri dijabarkan di dalam Pasal 184 KUHAP yang terdiri dari ; a) Keterangan Saksi b) Keterangan Ahli C) Surat D) Petunjuk E) Keterangan Terdakwa. Keterangan Saksi sebagai alat bukti yang utama di dalam KUHAP dibatasi definisinya melalui Pasal 1 angka 26 ““Saksi” itu sendiri adalah “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”. Hal tersebut sejalan dengan definisi dari “keterangan saksi” sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP yang menyatakan keterangan saksi ialah “keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuan itu” Namun Permasalahan dirasa muncul pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.65/PUUVIII/ 2010 yang menyatakan pasal 1 angka 26 dan angka 27 dan Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP mengalami perluasan tertanggal 8 Agustus 2011. Dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”. Perluasan makna “keterangan Saksi” tersebut secara tidak langsung membawa pada diakuinya saksi yang bersifat testimonium de auditu. Sehingga penelitian ini ditujukan untuk memperlihatkan sejauh mana kekuatan pembuktian dari “ Keterangan Saksi” yang terdapat di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi yang dirasa cenderung memihak kepada individu tertentu dan terlebih pengaruhnya terhadap kedudukan saksi di dalam Hukum Acara Pidana.