Abstract:
Penulisan hukum ini merupakan penelitian tentang bagaimana pertanggungjawaban hukum
pidana terhadap pembuat dan penyebar berita palsu (hoax) berdasarkan peraturan yang ada
pada Pasal 28 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Peristiwa penyebaran berita hoax yang sedang marak terjadi di
Indonesia menyebabkan keresahan di masyarakat. Hal ini dapat disikapi oleh para pengguna
media sosial agar menjadi pembaca informasi di internet yang cerdas dan lebih selektif serta
berhati-hati akan segala berita maupun informasi yang tersebar. Pemerintah harus lebih giat
untuk mensosialisasikan UU ITE agar masyarakat lebih paham lagi cara menggunakan media
sosial dan internet dengan cerdas dan bijaksana dan diharapkan masyarakat menggunakan
internet untuk kebaikan hidup dan membaikkan kehidupan. Pola-pola kejahatan penyebaran
berita palsu (hoax) dapat di-desain sedemikian rupa karena rumusan UU ITE yang masih
lemah. Penyebar berita palsu (hoax) seakan-akan menjadi “tumbal” dalam perbuatan
penyebaran hoax, setelah pelaku pertama memproduksi atau membuat informasi (yang tidak
benar/hoax), pelaku-pelaku berikutnya dengan sengaja atau tidak sengaja menyebarluaskan
sehingga orang-orang yang tidak tahu menjadi tahu. Inilah prosedur penyebaran isu yang
sangat efektif di era teknologi ini. Beberapa hal dari Pasal 28 UU ITE masih belum jelas atau
sumir karena berdasarkan kasus-kasus hoax yang ada di Indonesia, pelaku yang dicari oleh
penegak hukum seringkali hanya pelaku pertama saja. Ukuran-ukuran unsur dalam Pasal 28
UU ITE pula masih belum jelas sehingga pelaku pembuat dan penyebar hoax masih dapat
bergerak bebas. Lalu dalam penulisan ini dibahas juga hal terkait delneeming (penyertaan)
yang akan menjelaskan perbedaan bentuk-bentuk delneeming sehingga dapat membedakan
pertanggungjawaban yang terjadi menghubungkan teori delneeming.