Abstract:
Penelitian ini menganalisis penggunaan istilah “kebisingan suara” menurut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(disebut UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan (disebut PP Kendaraan) dan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Ambang Batas
Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru (disebut Permen LH Ambang Batas
Kebisingan) dikaitkan dengan fenomena penggunaan Sound Booster Motor pada
sepeda motor. Penggunaan istilah “kebisingan suara” ini tidak dapat diberlakukan
terhadap penggunaan Sound Booster Motor pada sepeda motor yang
menyebabkan kebisingan suara, sebab istilah “kebisingan suara” tersebut
mengacu pada istilah “ambang batas kebisingan” yaitu energi suara yang
dikeluarkan langsung dari mesin dan/atau transmisi kendaraan bermotor.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian
yuridis empiris yang pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan
normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode normatif empiris
ini mengkaji suatu peraturan (undang-undang) serta penerapannya dalam
peristiwa hukum yang terjadi dalam suatu masyarakat. Pendekatan yuridis
menggunakan bahan-bahan hukum yaitu sumber hukum primer, sekunder dan
tersier. Sumber hukum primer terdiri dari UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP
Kendaraan, Permen LH Ambang Batas Kebisingan dan peraturan lain yang
terkait. Sumber hukum sekunder diperoleh dari serta buku-buku, jurnal hukum
terkait. Sumber hukum tersier terdiri dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
ensiklopedia. Pendekatan empiris menggunakan data primer yang diperoleh dari
lapangan dengan melakukan wawancara.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini: 1) istilah “kebisingan suara” menurut UU
lalu lintas dan Angkutan Jalan pada dasarnya tidak memberikan definisi yang
jelas. Namun, istilah “kebisingan suara” tersebut diatur lebih lanjut dalam Permen
LH Ambang Batas Kebisingan yaitu mengacu pada istilah “ambang batas
kebisingan” yaitu energi suara yang dikeluarkan langsung dari mesin dan/atau
transmisi kendaraan bermotor. Sehingga istilah “kebisingan suara” tersebut hanya
dapat diberlakukan pada knalpot sepeda motor. 2) Dari hasil wawancara yang
dilakukan terhadap Yamaha Vixion Club Bandung (YVCB) dan Exalt to Coitos
(XTC) mengatakan bahwa Sound Booster Motor pada sepeda motor merupakan
alat yang dapat menghasilkan kebisingan suara namun tidak sama dengan knalpot
baik dilihat dari bentuk, fungsi, serta cara pengoperasiannya. Sehingga perlu
menjadi pertimbangan, agar definisi istilah “ambang batas kebisingan” dalam
Permen LH Ambang Batas Kebisingan yang menjadi acuan “kebisingan suara”
dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan direvisi atau diperluas maknanya
supaya dapat diberlakukan terhadap kelengkapan (kendaraan bermotor) sepeda
motor selain knalpot.