Abstract:
Di Indonesia istilah hakim pengawas dan pengamat ini masih terbilang baru, sehingga untuk pengaturannya sendiri hanya terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Surat Edaran Mahkamah Agung No 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas Dan Pengamat. Sedangkan dalam RKUHAP aturannya sama dengan KUHAP hanya saja letak pasal yang mengatur berubah. Di mana tugas hakim pengawas dan pengamat ini berhubungan dengan hak-hak narapidana. Sehingga dalam penelitian ini tugas hakim pengawas dan pengamat ini di hubungkan dengan narapidana tindak pidana korupsi yang ada di LAPAS Sukamiskin Bandung.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis sosiologis. Sehingga dalam melakukan penelitian penulis tidak hanya merujuk pada aturan-aturan yang berlaku, buku-buku, dan jurnal ilmiah terkait penelitian ini. Namun penulis juga melakukan penelitian langsung ke LAPAS Sukamiskin dan juga Pengadilan Negeri Bandung untuk mendapatkan fakta dan data mengenai pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat apakah dalam hal ini tugas yang dilakukan telah berjalan dengan efektif atau tidak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis baik dari LAPAS maupun Pengadilan Negeri, diketahui bahwa tugas yang dijalankan oleh hakim pengawas dan pengamat ini tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karena tidak adanya kriteria yang jelas mengenai pengangkatan hakim sebagai hakim pengawas dan pengamat oleh ketua pengadilan negeri. Sehingga tugas hakim pengawas ini terabaikan oleh tugas hakim itu sendiri di pengadilan. Selain itu, tidak adanya koordinasi antara hakim pengawas dan pengamat dengan kepala LAPAS akibat dari kondisi birokrasi yang cenderung egois antar lembaga penegak hukum juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi tidak berjalannya tugas hakim pengawas dan pengamat ini.