Abstract:
untuk menjalani kehidupan bersama dan melahirkan keturunan yang akan menjadi penerus orang tuanya di kemudian hari. Perkawinan di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa suatu perkawinan agar dapat dinyatakan sah maka perkawinan tersebut harus dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari calon mempelai. Bagi pasangan yang hendak melakukan perkawinan beda agama maka harus meninjau terlebih dahulu apakah dalam hukum agama dan kepercayaannya memperbolehkan adanya perkawinan beda agama agar perkawinan tersebut dapat dikatakan sah baik secara agama maupun secara hukum, apabila melarang adanya perkawinan beda agama maka perkawinan tersebut tidak sah baik secara agama maupun secara hukum. Adanya perbedaan agama menurut salah satu halangan kawin dalam Agama Katolik adalah tidak sah, tetapi dapat meminta izin kepada Ordinaris Wilayah untuk dapat melangsungkan perkawinan beda agama. Dalam Agama Buddha perkawinan beda agama diperbolehkan karena prinsip cinta kasih dalam Agama Buddha yang bersifat universal. Perkawinan beda agama antara pemeluk Agama Katolik dan Agama Buddha yang dilangsungkan dengan tata cara Agama Buddha adalah tidak sah, karena berdasarkan Kanon 1127 bagi umat yang beragama Katolik hendak melangsungkan perkawinan campur beda agama maka tata peneguhan perkawinannya harus berdasarkan tata cara Agama Katolik.Akibat hukum dari perkawinan yang tidak sah maka dapat dilakukan pembatalan perkawinan.