Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana konsep restitusi dapat memenuhi hak anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual dan untuk mengetahui bagaimana implementasi restitusi sebagai pemenuhan hak anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual yang diatur pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang memberikan restitusi sebagai bentuk hak korban dalam memenuhi hak korban yang dilanggar oleh pelaku tindak pidana dan dibebankan kepada pelaku tindak pidana. Dalam penelitian ini mengangkat 2 (dua) rumusan masalah, yaitu: (1) Bagaimana konsep restitusi sebagai bentuk pemenuhan hak anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan hukum di Indonesia?; dan (2) Bagaimana implementasi restitusi sebagai bentuk pemenuhan hak anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan hukum di Indonesia? Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis sosiologis dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, wawancara dan pengambilan data dilapangan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa secara konsep restitusi yang tertuang dan digunakan pada perundang-undangan a quo dapat memenuhi hak anak atas tindak pidana kekerasan seksual yang dialami oleh korban, dengan diberikannya restitusi kepada korban diharapkan bisa memulihkan dirinya akibat dari tindak pidana kekerasan seksual melalui penanganan atau bantuan medis secara mendalam. Sedangkan, terhadap implementasi restitusi pada anak yang menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual masih sangat kurang hal ini disebabkan dari sosialisasi tentang restitusi yang masih kurang baik masyarakat maupun aparat penegak hukum sehingga kurang memahami restitusi secara keseluruhan. Kemudian, penerapan sita atas harta kekayaan pelaku yang masih jarang diterapkan sehingga pelaku berdalih tidak mampu membayarkan restitusi yang dibebankan oleh dirinya. Selain itu, kurangnya kantor cabang LPSK sebagai sarana aduan masyarakat mengakibatkan terhambatnya proses pengajuan restitusi yang diajukan oleh masyarakat khususnya di pelosok daerah. Tidak sampai disitu, terbatasnya pelatihan tentang anak yang dilakukan oleh aparat penegak hukum karena keterbatasan biaya penyelenggaraan mengakibatkan sosialisasi restitusi terhadap anak tidak berjalan optimal sehingga berimbas pada implementasi restitusinya tidak maksimal.