Abstract:
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi mewajibkan pelaku korupsi mengembalikan kerugian keuangna negeri yang disebabkan oleh perbuatannya. Upaya pengembalian kerugian keuangan negara salah satunya dapat melalui gugata perdata apabila tersangka/terdakwa meninggal dunia. namun terdapat kendala terhadap pengembalian kerugian keuangan negara yang salah satuya adalah para ahli waris menolak untuk menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Penolakan harta warisan merupakan hak ahli waris sesuai Pasal 1045 KUHPerdata dan akibat penolakan tersebut, ahli waris tidak dapat menerima harta warisan serta tidak dapat dimintakan pemenuhan pembayaran hutang sesuai Pasal 1059 KUHPerdata. Atas hal tersebut, muncul kesadaran penulis untuk mencari tahu bagaimana hukum mengatur mengenai pengembalian kerugian keuangan negara terhadap tersangka/terdakwa tindak pidana korupsi yang meninggal dunia dan para ahli warisnya menolak warisan. Selain itu, terdapat permasalahan lain yaitu apakah dalam hal harta warisan tak terurus, kepentingan negara yaitu pengembalian kerugian negara lebih didahulukan daripada kepentingan pihak lain yaitu kreditor.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi tidak mengatur mengenai pengembalian kerugian keuangan negara, namun negara dapat mengkonstruksikan bahwa sanksi pidana dari tindak pidana korupsi dapat dipersamakan sebagai hutang dalam hukum perdata, sehingga dapat dimintakan permohonan untuk menerima harta warisan yang ditolak oleh para ahli waris terhadap harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris sebagaimana diatur dalam Pasal 1061 KUHPerdata. Selain itu, dalam hal pendahuluan kepentingan antara negara dengan kreditor yang beritikad baik, Harus dilihat terlebih dahulu kedudukan objek yang menjadi sengketa. Apabila objek sengketa tersebut diletakan hak kebendaan yang sifatnya istimewa dan negara tidak dapat membuktikan bahwa harta tersebut berasal dari Tindak Pidana Korupsi, maka harta tersebut tidak dapat disita untuk pemenuhan kewajiban pengembalian kerugian keuangan negara, karena objek sengketa yang telah diletakan hak kebendaan bersifat istimewa sehingga lebih didahulukan kepada pihak yang memegang sertifikat kebendaan dengan hak istimewa tersebut terkhususnya jika tidak dapat dibuktikan bahwa harta tersebut berasal dari hasil Tindak Pidana Korupsi. Namun, jika harta warisan tersebut terbukti berasal dari hasil tindak pidana korupsi dan baik harta tersebut diletakkan hak kebendaan yang sifatnya istimewa, maka Negara mempunyai hak untuk didahulukan meskipun terdapat pihak lain yang memengang sertifikat kebendaan tersebut.