Abstract:
Berkembangnya dunia bisnis melahirkan bentuk usaha perusahaan grup. Walaupun secara ekonomi perusahaan dianggap sebagai satu kesatuan, perusahaan grup yang terdiri dari induk perusahaan dan anak perusahaan secara yuridis masing-masing merupakan badan hukum yang mandiri. Kendati memiliki status sebagai badan hukum mandiri, pada praktiknya induk perusahaan sebagai pemegang saham ikut mengendalikan anak perusahaan. Pengendalian terhadap anak perusahaan memunculkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan bentuk perseroan untuk kepentingan induk perusahaan yang dapat merugikan pihak ketiga.
Pada tataran yuridis, tanggung jawab dalam lingkup perusahaan grup mengikuti kerangka perusahaan tunggal yang dianut di Indonesia. Hal ini berarti diakuinya prinsip badan hukum mandiri dan prinsip limited liability. Dengan kerangka perusahaan tunggal dan sesuai dengan prinsip piercing the corporate veil, induk perusahaan dapat bertanggungjawab secara tidak terbatas atas perbuatan anak perusahaan dalam hal terjadi keadaan-keadaan yang dimaksud oleh Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Perluasan tanggung jawab yang hanya dimungkinkan kepada induk perusahaan seperti itu tidaklah sesuai dengan kebutuhan dalam praktik dunia bisnis. Dalam praktiknya anak perusahaan pada berbagai kesempatan dianggap perlu untuk bertanggungjawab atas perbuatan induk perusahaan. Oleh karena itu di dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana tanggung jawab anak perusahaan dalam perusahaan grup berdasarkan prinsip piercing the corporate veil. Selain itu akan dilihat juga bagaimana implikasi penerapan prinsip piercing the corporate veil terhadap asas privity of contract yang terdapat dalam hukum perjanjian.