Abstract:
Pembagian aset hasil kejahatan (sharing the proceeds of crime) merupakan
tindak lanjut setelah aset hasil kejahatan, dalam hal ini kejahatan korupsi, berhasil
dirampas dan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan Indonesia untuk
mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi yang tersimpan di luar negeri. Metode
ini akan lebih efektif apabila dilaksanakan bersamaan dengan perampasan aset
secara in rem. Namun demikian, Indonesia belum memiliki peraturan perundangundangan
yang dapat menjadi dasar hukum bagi teknis pelaksanaan kedua metode
tersebut. Menjadi permasalahan bagaimana Indonesia dapat melaksanakan
pembagian aset hasil kejahatan korupsi yang tersimpan di luar negeri berdasarkan
hukum positif Indonesia dan aturan yang terdapat dalam United Nations
Convention Against Transnational Organized Crime 2000 dan United Nations
Convention Against Coruption 2003.
Pemerintah Indonesia dapat melaksanakan perjanjian mengenai pembagian
aset hasil kejahatan korupsi dengan negara tempat aset tersebut disimpan dengan
mengacu pada ketentuan Pasal 14 ayat (3) huruf b United Nations Convention
Against Transnational Organized Crime 2000, sedangkan penyusunan perjanjian
pembagian aset hasil kejahatan dapat mengacu pada Model Bilateral Agreement on
The Sharing of Confiscated Proceeds of Crime or Property yang dikeluarkan The
Economic and Social Council. Selain itu, dasar hukum bagi perjanjian tersebut
terdapat dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan
Timbal Balik Dalam Masalah Pidana. Adapun mengenai hambatan dalam
pelaksanaan sharing the proceeds of crime dapat diatasi dengan segera mensahkan
RUU Perampasan Aset Tindak Pidana serta meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia dan kinerja dari para aparat penegak hukum.