Abstract:
Penelitian ini menganalisis tentang kewenangan notaris membuat perjanjian nominee untuk proses pengampunan pajak. Karena pada tahun 2017 pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan pendapatan Negara melalui program pengampunan pajak dengan Undang – Undang Nomor 11 tahun 2016. Program pengampunan pajak tersebut dilakukan salah satunya dengan pengakuan terhadap perjanjian nominee. Perjanjian nominee sebenarnya dilarang dalam perundang-undangan di Indonesia. Dikarenakan dalam UUPM dan UUPA terdapat larangan perjanjian nominee yang menimbulkan penyelundupan hukum Posisi notaris sebagai salah satu pejabat umum yang diamanatkan untuk membantu program tersebut, dapat terseret permasalahan hukum karena perjanjian nominee merupakan hal yang dilarang dalam hukum Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan penelitian suatu teori, konsep, asas, serta peraturan yang berkaitan dengan dengan kewenangan notaris dan perjanjian nominee dalam konteks pengampunan pajak dan menganalisinya dengan menggunakan penalaran hukum sebagai proses menalar dalam mengidentifikasi ketentuan ketentuan untuk menganalisi kewenangan notaris dalam melakukan tugasnya dalam rangka menunjang program pengampunan pajak.
Hasil yang diperoleh penelitian ini bahwa dalam program pengampunan pajak, perjanjian nominee diperbolehkan dan merupakan salah satu perjanjian yang dapat dilegalisasi oleh Notaris untuk kepentingan proses pengampunan pajak. Notaris hanya berwenang untuk membuat perjanjian nominee dalam bentuk akta autentik sesuai kewenangannya dalam Undang – Undang Jabatan Notaris. Namun dalam konteks pengampunan pajak Notaris tidak berwenang untuk membuat perjanjian nominee dalam bentuk akta Autentik, maupun akta dibawah tangan. Melainkan hanya berwenang melegalisasi akta dibawah tangan yang berupa perjanjian nominee seseuai dengan Peraturan Menteri Keuangan. Walaupun tidak secara eksplisit dituangkan dalam Undang – Undang Jabatan Notaris mengenai kewenangan Notaris dalam melegalisasi perjanjian nominee. Namun, dalam Pasal 15 ayat (3) menjelaskan bahwa Notaris juga berwenang untuk menjalankan kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lain. Maka dari itu, Notaris berwenang melegalisasi perjanjian nominee yang diperlukan untuk proses pengampunan pajak.