Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaturan eksekusi putusan sengketa konsumen oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan hukum acara perdata di Indonesia. Dalam Pasal 42 ayat 2 Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disebutkan bahwa “Terhadap putusan BPSK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.” Sedangkan dalam HIR sebagai dasar dilaksanakannya hukum acara perdata di Indonesia diatur berbeda, yaitu yang dibutuhkan adalah pengajuan permohonan yang diberikan oleh pihak yang “dimenangkan”.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif. Dari penelitian ini, diketahui bahwa pengaturan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak sesuai dengan HIR. Sehingga dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Disebutkan bahwa jika konsumen dinyatakan dimenagkan oleh ptusan BPSK maka konsumen yang wajib mengajukan permohonan eksekusi atas putusan BPSK.