Abstract:
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur mengenai penahanan dan masa penahanan. Dalam penelitian ini secara khusus membahas mengenai masa penahanan tingkat penyidikan dalam KUHAP. Masa penahanan tingkat penyidikan maksimal 20 hari dan dapat dilakukan perpanjangan masa penahanan maksimal 40 hari atas izin dari Jaksa Penuntut Umum. Selain itu, penahanan merupakan upaya terakhir dan karena itu dalam KUHAP terdapat syarat dilakukannya penahanan baik secara subjektif maupun secara objektif.
Dalam penahanan di Indonesia terdapat praktek penyiksaan tahanan, sel tahanan yang melebihi kapasitas, penahanan yang tidak seharusnya dan masih banyak permasalahan yang ditimbulkan karena masa penahanan yang lama dan tanpa pengawasan. Selain itu, Indonesia pada tahun 2005 telah meratifikasi salah satu kovenan internasional yaitu International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Dalam kovenan ini secara khusus mengatur hak kebebasan dan kemerdekaan warga sipil, salah satunya adalah hak kemerdekaan tersangka. Dalam Pasal 9 ayat (3) ICCPR mengatur bahwa seseorang yang ditahan harus segera dibawa ke hadapan hakim atau pejabat hukum yang berwenang.
Adanya Pasal 9 ayat (3) ICCPR, menimbulkan beberapa permasalahan yaitu kesesuaian masa penahanan tingkat penyidikan di Indonesia dengan ICCPR dan masa penahanan ideal yang dapat diterapkan di Indonesia menurut ICCPR. Mengingat Indonesia telah meratifikasi ICCPR. Oleh karena itu, Indonesia harus menerapkan prinsip-prinsip ICCPR ke dalam hukum positif Indonesia. Selain itu perubahan ini juga diperlukan untuk mengembangkan hukum acara pidana Indonesia, terutama meningkatkan cara kerja penyidik, sehingga lebih efisien dan hak tersangka juga terlindungi.