Abstract:
Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diatur oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pelaksanaannya, pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satunya adalah dengan melaksanakan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Berdasarkan Pasal 1 nomor 2 dan nomor 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ("UU No. 2/2012"), pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum (selanjutnya disebut sebagai "Pengadaan Tanah") adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan sebidang tanah, dengan melepaskan sebidang tanah milik orang-perorangan atau badan hukum, dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pemilik tanah. Pengadaan tanah harus dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, berkelanjutan dan keselarasan. Dengan diterapkan asas ini pada pelaksanaan pengadaan tanah maka dapat meminimalisir terjadinya konflik dalam pengadaan tanah. Proses pelaksanaan pemberian ganti rugi pengadaan tanah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan UU No. 2/2012 salah satunya adalah tahapan penilaian, hasil penilaian dalam kasus ini menjadi dasar pelaksanaan musyawarah penetapan ganti kerugian sekitar Jalan Rumah Sakit Fatmawati yang terkena proyek pembangunan Mass Rapid Transit Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia. Pemberian ganti rugi terhadap pemegang hak atas tanah bersifat layak dan adil, layak dari segi jumlah dan layak dari segi cara pemberiannya sehingga pemegang hak atas tanah tidak merasa dipaksakan melepaskan tanahnya untuk digunakan bagi kepentingan pembangunan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak pemegang atas tanah.