Abstract:
Gereja merupakan salah satu jenis tempat ibadah bagi umat Kristiani di dunia. Jenis gereja juga dibedakan untuk jemaat Kristen Katolik dengan Kristen Protestan, sehingga layout dalam untuk ibadah dan penunjang lainnya cukup berbeda. Kegiatan ibadah dalam gereja sangat berkesinambungan dengan elemen audial, baik dari penyampaian khotbah kepada jemaat yang hadir, serta iringan nyanyian dari paduan suara dan alat musik pada sesi pujian. Aktivitas dalam satu sesi ibadah gereja pada umumnya diisi oleh kebaktian khotbah dan paduan suara pujian bermusik. Perbandingan persentase durasi dalam satu sesi ibadah gereja berkisar 75:25 sampai
65:35 khotbah terhadap musik, tergantung berdasarkan pendeta / penatua yang memberikan khotbah pada sesi tersebut serta paduan suara resident atau tamu.
Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Kuantitatif dengan metode observasi,
pengukuran dan pengumpulan data dalam objek studi, yang kemudian akan dibandingkan dengan hasil simulasi software I-SIMPA. Observasi yang dijalankan mencakup bentuk, material dan dimensi masing-masing ruang ibadah utama dan adisi pada Gereja Kristen Indonesia Kayu Putih, kemudian posisi ruang ibadah adisi tersebut terhadap sumber suara, serta memperhitungkan pengaruh dari kapasitas jemaat pada masing-masing ruangan. Perhitungan data dilakukan saat salah satu sesi kebaktian berlangsung dan membandingkannya dengan simulasi digital, serta mencatat data penelitian pasca huni. Penilaian akan kriteria kualitas akustik terhadap
masing-masing ruang ibadah meliputi kekerasan suara yang cukup, pemerataan energi bunyi yang seimbang, waktu dengung yang sesuai dengan fungsi ruang khotbah gereja, identifikasi ada atau tidaknya cacat akustik yang ditemukan, serta kebebasan dari bising dan getaran yang mampu mengganggu kenyamanan audial jemaat, hingga tingkat kejernihan artikulasi yang baik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perubahan bentuk ruangan beserta faktor-faktor pendukung lainnya seperti material dan kapasitas ruangan memang mampu mempengaruhi kualitas akustik yang ada pada ruangan tersebut. Berdasarkan parameter kualitas akustik, tingkat kekerasan suara dan cacat akustik tidak memenuhi prasyarat sesuai fungsi bangunan, namun masih
bisa diatasi. Parameter pemerataan suara, waktu dengung, dan eliminasi kebisingan digolongkan memenuhi standar. Kekerasan suara yang sudah didata bisa diatasi dengan pengaturan volume desibel dari speaker yang membantu penyebaran ke seluruh ruang ibadah, dikarenakan 110 dB digolongkan tidak nyaman bagi jemaat yang duduk dalam radius terdekat dengan speaker tersebut, sehingga dianjurkan untuk pengecilan output suara menjadi maksimum 90 dB. Beberapa cacat akustik yang ditemukan baik dari bentuk ruangan hingga material yang digunakan bisa diatasi
dengan perubahan material dan orientasi tekstur yang meminimalisir potensi bentuk dinding paralel pada ruang.