Abstract:
Di dalam setiap aspek kehidupan sosial, masyarakat tidak akan terlepas dari kejahatan yang menjadi marak setiap waktu. Kejahatan sebagai tindak pidana tidak akan dilepaskan dari pelaku, korban, dan keterlibatan masyarakat. Berbagai tuntutan dan penghukuman diharapkan dijatuhkan seberat-beratnya kepada pelaku. Namun menjadi perhatian khusus, mengingat pelaku tindak pidana tidak hanya mereka yang sudah dewasa, melainkan anak juga dapat menjadi pelaku tindak pidana yang dikenal dengan “Anak yang Berkonflik dengan Hukum” dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Orientasi negara sebagai Penegak Hukum, dan masyarakat sebagai kontrol sosial terhadap pelaku tindak pidana, khususnya pelaku tindak pidana berat adalah penjatuhan vonis pidana penjara atau bahkan pidana mati. Ketentuan demikian diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berlaku di Indonesia sebagai kaidah hukum materiil. Ketentuan serupa juga diberikan di dalam sistem peradilan anak di Indonesia, yakni
bagi anak sebagai pelaku tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun diklasifikasikan sebagai anak pelaku tindak pidana berat yang tidak mendapatkan pengupayaan penerapan keadilan restoratif dan diversi dalam prosesnya, sedangkan anak memiliki hak-hak khusus dan oleh karenanya anak harus diperlakukan berbeda dengan orang dewasa.
Hal tersebut tentu menjadi persoalan, karena ketika menangani persoalan
pidana anak perlu dilakukan pendekatan yang mendalam, tidak hanya secara yuridis namun diperlukan adanya pendekatan lain yang dapat mengungkap lebih lanjut alasan dan motivasi anak melakukan tindak pidana, sehingga faktor-faktor tersebut dapat menjadi dasar pembenaran bagi anak sebagai pelaku tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun untuk memperoleh pengupayaan penerapan keadilan restoratif dan diversi, serta menghindarkan anak dari jalur penal dan ancaman pidana penjara. Tulisan ini akan menelaah permasalahan hukum tersebut dengan sistematis menggunakan metode penelitian yuridis normatif guna mendapatkan justifikasi penerapan keadilan restoratif kepada anak sebagai pelaku tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan keadilan restoratif
5 bagi anak sebagai pelaku tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun dapat dibenarkan.