Abstract:
Indonesia mengalami masa kejayaan arsitektur pada zaman kerajaan Hindu-Buddha. Terbukti dari dibangunnya banyak candi-candi besar terutama di Pulau Jawa seperti Borobudur, Prambanan, dan Sewu. Indonesia sebagai negara yang berjaya di kala itu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap negara-negara lain di sekitarnya termasuk pada kerajaan. Angkor yang berusia lebih muda usianya ditemukan dugaan kemiripan sosok pada candi Angkor dan candi Prambanan, Borobudur, dan Sewu. Hal itu juga didukung dengan fakta bahwa pada abad ke-8, Raja Jayawarman II yang membangun Angkor, kembali dari Pulau Jawa. Objek studi candi Kamboja yang diteliti kali ini adalah Candi Bayon yang merupakan peradaban terkahir kerajaan Angkor serta Candi Prambanan, Borobudur, dan Sewu sebagai objek pembanding yang mewakili Candi Jawa era Klasik Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persistensi penggunaan unsur-unsur arsitektur (tata massa, denah, sosok,dan ornamentasi) Candi Borobudur, Sewu, dan Prambanan ( Candi Jawa era Klasik Tengah) pada Candi Bayon ditinjau dari persamaan dan perbedaan unsur-unsur tersebut.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif semi kuantitatif dengan mengobservasi, mengumpulkan data candi objek penelitian, kemudian mengaitkan data dengan teori yang berhubungan sehingga menjadi data terolah. Data yang sudah terolah dengan teori dari masing-masing candi kemudian dikomparasi satu sama lain untuk mendapatkan analisa deskriptif mengenai persamaan dan perbedaan unsur-unsurnya. Data tersebut juga kemudian dihitung jumlah keserupaannya sehingga didapatkan jumlah kemiripan objek studi dengan objek pembanding. Dari analisa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada Candi Bayon terdapat kesamaan unsur yang ditemukan dengan candi Jawa era Klasik Tengah, namun keserupaan hanya ditemukan pada prinsip perancangan tata massa, denah, dan sosoknya saja, sedangkan pada ornamen ditemukan ornamen yang jenisnya sama ada namun tidak serupa atau tidak berada di tempat yang sama. Hal tersebut diduga akibat adanya akulturasi budaya luar dan transformasi budaya oleh kejeniusan lokal masyarakat Kamboja.