Abstract:
Kekayaan intelektual merupakan suatu hasil kreativitas manusia dimana manusia mampu
menciptakan suatu hal seperti karya seni, teknologi, serta inovasi yang berasal dari kreativitas
intelektualnya. Salah satu bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual itu adalah perlindungan
dalam bent uk hak cipta. Perlindungan hak cipta awalnya dilakukan dalam perjanjian TRIPS, dimana
Indonesia sebagai negara yang mengikuti perjanjian ini, maka mengadopsi isi dari perjanjian tersebut dalam
undang-undang tentang kekayaan intelektual di Indonesia. Dimana undang-undang yang berlaku saat ini
adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Dalam UUHC yang berlaku
saat ini terdapat permasalahan yang ada dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (5) terkait dengan izin
penggunaan ciptaan untuk tujuan komersial dalam industri musik, dimana kedua pasal tersebut mengatur
dengan ketentuan yang bertolak belakang/ kontradiksi antara pencipta dan pengguna ciptaan. Dimana hal
itu tidak sesuai dengan asas kepastian hukum. karena tidak sesua dengan asas kepastian hukum, maka akan
digunakan teori kesejahteraan untuk menjawab persoalan tersebut. Metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan sumber melalui studi
kepustakaan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa UUHC yang berlaku saat ini bertentangan dan tidak
sesuai dengan asas kepastian hukum karena mengatur hal yang bertentangan di dalamnya. Kemudian
menurut teori kesejahteraan tepatnya teori kesejahteraan individu, maka yang berhak untuk menerima
kesejahteraan adalah baik pencipta maupun pengguna ciptaan sebagai individu yang memiliki kedudukan
yang setara untuk bisa Sejahtera menurut UUD 1945. Dalam konteks ini maka demi memudahkan
penghimpunan dan pendistribusian royalti, maka pemerintah membentuk suatu Lembaga yaitu LMK.
dimana peraturan mengenai LMK ini terkait dengan Pasal 23 ayat (5), karena itu yang seharusnya
diprioritaskan untuk diberlakukan adalah Pasal 23 ayat (5). Namun jika hak dari pencipta dilanggar, barulah
pencipta bisa memberikan larangan bagi pengguna dengan Pasal 9 ayat (3). Jadi keseimbangan bagi
pencipta dan pengguna ciptaan dapat diwujudkan.