Abstract:
Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta sudah mengatur mengenai Hak
moral dan Hak ekonomi pencipta. pengambilan sampling musik tanpa izin dapat
dikatakan pelanggaran hak cipta karena melanggar hak moral dan hak ekonomi.
Permasalahan timbul ketika pengambilan yang terjadi sangat kecil atau merupakan de
minimis. Sampai saat ini, di Indonesia belum pernah ada kasus yang ditangani dengan
menggunakan doktrin de minimis. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang
Hak Cipta belum mengatur doktrin de minimis secara lebih lanjut. Unsur-unsur
pembuktian juga belum diatur sehingga sulit untuk mengidentifikasi apakah sebuah
tindakan merupakan de minimis atau tidak. Demikian halnya dengan prinsip
Substantial Similarity yang dapat digunakan untuk melawan doktrin de minimis.
Walaupun Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta sudah mengakui
keberadaan prinsip ini, Unsur-unsur pembuktian juga belum diatur sehingga sulit untuk
mengidentifikasi apakah sebuah tindakan mengambil bagian yang substansial dari
suatu karya. Selebih lagi sampai saat ini belum ada kasus di Indonesia yang
diselesaikan dengan menggunakan prinsip substansial similarity. Penulis melihat kasus
VMG Salsoul, LCC V. Madonna louise Ciccone. Pada kasus ini Terjadi pengambilan
sampling musik dengan durasi 0.23 detik yang dilakukan oleh Madonna Louise
Ciccone di dalam lagunya yang berjudul Vogue yang bersumber dari lagu milik VMG
Salsoul, LCC yang berjudul Ooh I Love It (Love Break) yang dinyatakan de minimis.
Dari sini timbullah pertanyaan bagaimana pengaturan doktrin de minimis berdasarkan
Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan bagaimana jika
pengambilan dari suatu karya merupakan bagian substansial. Penulis menganalisis
bagaimana jika kasus VMG Salsoul, LCC V. Madonna louise Ciccone diterapkan
menggunakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Penulis
menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan cara meneliti bahan-bahan
kepustakaan atau data sekunder melalui perbandingan hukum antara Indonesia dengan
Amerika Serikat. Melalui hal ini dapat diketahui perbedaan pengaturan doktrin de
minimis dan prinsip substansial similarity antara di Indonesia dengan amerika. Untuk doktrin de minimis di amerika dapat dilakukan dengan cara melihat case by case,
sedangkan untuk prinsip substansial similarity dapat dilihat melalui Teori Pembuktian
Tidak Langsung (circumstantial evidence) dan Teori Kesamaan yang Begitu Mencolok
(Striking Similarity). Selain itu, di Amerika Serikat juga sudah mempunyai substansial
similarity test yang meliputi Ordinary Observer test, More Descending Ordinary
Observer test, dan Extrinsic dan intristic test.