Abstract:
Cyber warfare merupakan sebuah metode yang mengacu pada penggunaan sarana dan metode siber militer dalam situasi konflik bersenjata di cyberspace. Meskipun, cyber warfare sendiri merupakan metode konflik bersenjata yang baru, tetapi hukum humaniter internasional tetap bisa diterapkan dalam konteks cyber warfare. Mengingat, hukum humaniter internasional dalam komentarnya tentang Pasal 36 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa Tahun 1977 mengakui adanya perkembangan metode dan cara negara dalam berkonflik (means and methods of warfare). Sebelum berbicara mengenai metode serangan, hal yang harus dilihat terlebih dahulu ialah apakah jenis serangan yang digunakan oleh cyber warfare dapat memenuhi istilah “serangan”. Syarat utama yang harus dipenuhi dalam mengkategorikan sebuah serangan, ialah dampak yang ditimbulkan dari serangan tersebut. Jenis serangan yang ditimbulkan harus bisa menimbulkan dampak fisik terhadap obyek yang diserang. Masih terdapat perdebatan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh cyber warfare, terutama jika serangan hanya memberikan dampak berupa kerusakan terhadap infrastruktur kritis. Sejauh ini, aplikasi hukum humaniter internasional mengenai cyber warfare sudah berusaha dilakukan oleh IGE dengan menerbitkan sebuah panduan yang diberi nama Manual Tallinn. Mengingat, panduan dalam Manual Tallinn bukan merupakan bagian dari sumber hukum internasional sehingga tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Tujuan dari penelitian ini, ialah untuk menjelaskan mengenai urgensi bagi negara untuk membentuk sebuah aturan tentang cyber warfare yang memuat metode penyerangan, subyek, obyek, dan perlindungan terhadap masyarakat sipil serta infrastruktur sipil. Selain itu, penulis juga mencari urgensi dibalik pembentukan aturan hukum tersebut, seperti pemenuhan dampak fisik sebagai akibat dari serangan dan panduan Manual Tallinn yang berbentuk soft law. Penelitian ini dilakukan menggunakan Konvensi Jenewa serta aturan lainnya yang mengatur tentang konflik bersenjata. Didukung dengan sumber lainnya, seperti dokumen PBB dan sumber literatur buku, jurnal, serta artikel. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, masih terdapat urgensi bagi negara untuk membentuk hukum humaniter internasional mengenai cyber warfare.