Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis kecakapan
individu yang menderita gangguan afektif bipolar dalam konteks hukum perdata
Indonesia yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis perbedaan dalam mekanisme
pengampuan bagi penderita gangguan afektif bipolar berdasarkan kedua peraturan
tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Pendekatan
ini melibatkan studi kepustakaan untuk mengumpulkan data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data yang diperoleh dianalisis secara
kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, pertama,
Menurut Pasal 433 KUHPerdata pasca putusan MK No. 93/PUU-XX/2022 Penyandang
disabilitas mental dan Penderita Gangguan Afektif Bipolar adalah cakap hukum, namun
Penyandang Disabilitas Mental dan Penderita Gangguan Afektif Bipolar dibawah
pengampuan adalah tidak cakap hukum. Gejala psikotik dalam diagnosis penderita
Gangguan Afektif Bipolar dapat mengakibatkan penurunan kecakapan hukum dan
seharusnya diletakan di bawah pengampuan. Prosedur pengampuan dalam UU No.
8/2016 lebih sesuai untuk penderita GAB dibandingkan dengan KUHPerdata.