Abstract:
Tindakan euthanasia sudah dilarang di Indonesia berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Baru Pasal 416 yang akan berlaku pada Tahun
2026. Namun masyarakat tampaknya belum paham dan sadar akan tindakan apa
saja yang dapat termasuk dalam tindakan euthanasia karena belum ada aturan yang
secara tegas dan jelas mengatur. Pada realitanya tindakan euthanasia khususnya
euthanasia pasif masih sering terjadi, salah satunya yaitu permohonan penghentian
tindakan medis dengan alasan ekonomi yang sudah tidak mampu. Dimana pasien
dan keluarga sudah tidak mampu membayar rumah sakit untuk melanjutkan
pengobatan medis sehingga mereka memohon untuk dihentikan, namun di satu sisi
mereka masih harus memperjuangkan nyawa dari pasien. sehingga terjadi benturan
antara kepentingan hukum rumah sakit dan kewajiban hukum pasien dan keluarga
pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis apa yang
mengkualifikasikan suatu tindakan sebagai euthanasia pasif dan apakah alasan
kemampuan ekonomi dapat menjadi noodtoestand atau keadaan memaksa yang
dapat menjadi alasan pembenar yang membenarkan tindakan euthanasia pasif.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini
adalah belum ada pengaturan jelas mengenai tindakan euthanasia pasif sehingga
masih menjadi tafsiran, Pasal 461 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru
belum tepat untuk mengatur tindak euthanasia. Apabila terdapat benturan pada
kepentingan hukum rumah sakit dan kewajiban hukum dari pasien dan keluarga
pasien dapat menjadi noodtoestand atau keadaan memaksa yang mengharuskan
salah satu kepentingan atau kewajiban harus dikorbankan. Namun tetap harus
dibuat batasan mengenai kemampuan ekonomi yang dapat diterima sebagai
noodtoestand dari tindakan euthanasia agar tidak terjadi kesalahpahaman bahwa
euthanasia menjadi tindakan yang legal diperbolehkan.