Abstract:
Satu tradisi yang menjadi keunikan masyarakat Kepulauan Kei adalah berburu Penyu
Belimbing yang disebut dengan Tradisi Tabob. Seiring dengan waktu, terbitlah suatu produk
hukum yang menjadi payung hukum bagi perlindungan Penyu Belimbing di Indonesia yaitu
Undang-Undang KSDAE beserta semua peraturan pelaksana. Terbitnya Undang-Undang
KSDAE menjadi suatu bobot bagi kelanjutan tradisi Tabob. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab apakah tradisi tersebut merupakan suatu tindakan yang melanggar kaidah-kaidah
dalam Undang-Undang KSDAE serta menjawab bagaimana tugas dan wewenang pemerintah
dalam menjaga tradisi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis
normatif. Metode Yuridis Normatif merupakan metode penelitian berdasarkan bahan-bahan
pustaka. Berbeda dengan bidang-bidang non-hukum, bahan pustaka bidang hukum dari sudut
kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan yakni bahan hukum
primer,sekunder, dan tersier atau yang kerap disebut sebagai bahan penunjang.
Dalam penelitian ini penulis membagi identifikasi masalah menjadi dua bagian.
Pertama adalah penulis memberi penilaian mengenai konsistensi peraturan perundangundangan
yang mengatur perlindungan Penyu dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur Tradisi Tabob. Setelah memberi penilaian tersebut kemudian penulis mengkaji
mengenai tugas dan wewenang pemerintah dalam menjaga kedua aspek tersebut.
Tradisi Tabob merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah
yang terdapat dalam Undang-Undang KSDAE sebagai pokok dari perlindungan Penyu
Belimbing di Indonesia. Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara harus membentuk
produk hukum yaitu Perda sebagai regulasi yang mengatur mengenai ketentuan teknis
penyelenggaraan Tradisi Tabob. Harapan dengan dibentuknya Perda tersebut adalah populasi
Penyu Belimbing tetap terjaga dan tradisi Tabob tetap lestari sebagai keunikan daerah ini.