Abstract:
Hewan merupakan makhluk hidup yang dapat terlibat dalam konflik bersenjata. Manusia
menggunakan hewan dalam konflik bersenjata selama sejarah peradaban manusia karena
kemampuan alamiahnya merupakan faktor utama manusia menggunakan hewan sebagai alat
dan metode peperangan seperti transportasi, maskot, pelacak dan senjata yang dapat
membantu manusia untuk memenangkan pertempuran dalam konflik bersenjata. Penggunaan
hewan sebagai alat peperangan dilakukan untuk menyerang pihak lawan. Prinsip pembeda
dalam hukum humaniter mengenal status kombatan, warga sipil, objek sipil dan objek militer
sehingga pihak dalam konflik bersenjata dapat mengetahui apa saja yang boleh diserang dan
tidak boleh diserang, namun meskipun hewan sebagai alat peperangan memiliki peran penting
dalam konflik bersenjata namun, hukum humaniter tidak mengatur secara spesifik mengenai
status penggunaan hewan sebagai alat peperangan tersebut dalam konflik bersenjata. Pada
umumnya, hukum humaniter internasional memandang hewan sebagai objek dan hewan dapat
termasuk properti, cagar budaya, objek yang sangat penting bagi kelangsungan hidup warga
sipil dan lingkungan alam sehingga hewan dapat menjadi objek sipil. Namun, status objek sipil
tersebut dapat berubah menjadi objek militer apabila memberikan kontribusi efektif terhadap
aksi militer sehingga hewan yang digunakan sebagai alat peperangan yang tujuannya adalah
menyerang pihak musuh dinilai dapat memberikan kontribusi efektif terhadap aksi militer
sehingga hewan tersebut merupakan objek militer yang sah. Hewan sebagai alat peperangan
tidak cocok menjadi status kombatan karena hanya manusia yang dapat menjadi angkatan
perang dan hewan hanya dianggap sebagai mekanisme pengirim serangan yang tidak bisa
membedakan kombatan dan warga sipil serta dikendalikan oleh manusia sehingga hewan yang
digunakan sebagai alat peperangan hanya cocok menjadi objek militer.