Abstract:
Penulisan hukum ini mengangkat permasalahan yang ditemukan dalam tindakan Pemerintah dalam melakukan tindakan perampasan aset tindak pidana korupsi baik secara jalur pidana dan jalur perdata, yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam hukum positif khususnya dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian Pemerintah juga telah membuat Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU Perampasan Aset) yang menganut metode Non-Conviction Based Asset Forfeiture sebagaimana dianut dalam United Nations Against Corruption yang juga dikenal dengan perampasan aset tanpa pemidanaan. Sayangnya hingga saat ini RUU Perampasan Aset tersebut oleh Pemerintah belum disahkan dan diundangkan untuk diberlakukan di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan untuk menulis penulisan hukum ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan metode analisis data kualitatif yang bersumber pada data-data sekunder. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah adanya kelemahan dan keterbatasan pada pengaturan perampasan aset tersebut. Atas hal ini maka, pengaturan perampasan aset tanpa pemidanaan sebagaimana dalam RUU Perampasan Aset dapat menjadi sebuah jawaban berupa pembaharuan dan peningkatan atas pengaturan yang ada saat ini dalam rangka mengatur mengenai perampasan aset khususnya perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Selain itu juga pembalikan beban pembuktian dan pemisahan hubungan antara aset ilegal dengan pembuktian unsur kesalahan tindak pidana tidaklah melanggar hak asasi manusia juga prinsip fair trial yang ada pada sistem peradilan pidana.