Pengaturan pemidanaan bagi pelaku nekrofilia berdasarkan Pasal 38 dan 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru

Show simple item record

dc.contributor.advisor Samosir, Djisman
dc.contributor.author Sekarwulan, Bidadari
dc.date.accessioned 2024-07-13T04:30:45Z
dc.date.available 2024-07-13T04:30:45Z
dc.date.issued 2024
dc.identifier.other skp44588
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/17655
dc.description 5185 - FH en_US
dc.description.abstract Nekrofilia dilakukan oleh seseorang dengan menyetubuhi mayat yang termasuk sebagai penyimpangan seksual. Nekrofilia dikategorikan sebagai gangguan kepribadian dan perilaku dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Nekrofilia tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lama yang berlaku saat ini. Namun, tindakan persetubuhan dengan mayat diatur dalam pasal 271 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru sebagai tindakan memperlakukan jenazah secara tidak beradab. Namun, kondisi pelaku saat melakukan tindakan tersebut tidak diketahui sehingga tidak diketahui apakah pelaku dapat bertanggung jawab atau tidak. Pertanggungjawaban pidana yang berkaitan dengan gangguan jiwa diatur dalam pasal 38 dan 39 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Baru. Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru mengatur tentang disabilitas mental. Sedangkan, pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru mengatur tentang disabilitas mental dalam keadaan kekambuhan akut yang disertai dengan gambaran psikotik. Dengan adanya permasalahan tersebut, Penulis melakukan pembahasan dengan membuat 2 pertanyaan yuridis yaitu apakah perbuatan nekrofilia termasuk sebagai disabilitas mental yang diatur dalam pasal 38 dan 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru dan apakah pelaku nekrofilia seharusnya dijatuhi pidana. Atas kedua pertanyaan yuridis tersebut, Penulis telah menguraikan jawabannya dalam Bab IV dan menyimpulkannya dalam Bab V. Jawaban atas pertanyaan yuridis yang pertama ialah pelaku nekrofilia terbukti memiliki kondisi mental (psikis) yang tidak stabil sehingga pelaku tidak sadar saat melakukan persetubuhan dengan mayat. Perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku secara sengaja, namun tidak adanya kesadaran dalam diri pelaku menyebabkan pelaku berperilaku sesuai dengan emosionalnya dibandingkan menggunakan pikirannya. Kemudian, jawaban atas pertanyaan yuridis yang kedua ialah pelaku nekrofilia seharusnya tidak dijatuhi pidana atas ketidaksadaran pelaku saat melakukan persetubuhan dengan mayat. Namun, pelaku tetap dapat dikenai tindakan-tindakan yang diatur dalam pasal 103 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru. Namun, kemampuan pelaku dalam hal bertanggung jawab pada akhirnya ditentukan oleh hakim berdasarkan analisa ahli kejiwaan mengenai kondisi psikis pelaku yang bersangkutan. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.subject NEKROFILIA en_US
dc.subject DISABILITAS MENTAL en_US
dc.subject KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA BARU en_US
dc.title Pengaturan pemidanaan bagi pelaku nekrofilia berdasarkan Pasal 38 dan 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM6052001092
dc.identifier.nidn/nidk NIDK8862820016
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account