Abstract:
Tahu merupakan produk olahan kedelai yang sangat diminati karena nutrisinya yang
tinggi; terutama kandungan proteinnya mencapai 56-60% basis kering. Konsumsi tahu
perorangan, rata-rata tiap minggunya mencapai 0,152 kg. Harga tahu juga relatif terjangkau.
Namun; kandungan air dan aktivitias air (aw) yang tinggi di dalam tahu menyebabkan umur
simpannya relatif singkat, akibat aktivitas mikrobial yang terjadi. Pengolahan tahu menjadi
tepung melalui pengeringan merupakan salah satu upaya untuk menekan aktivitas mikrobial
ini sehingga dapat memperpanjang umur simpan tahu. Kajian difusi massa dan panas dalam
pengeringan tahu menjadi tepung penting dilakukan untuk optimasi proses agar pengeringan
berlangsung dengan efisien dan ekonomis serta kebutuhan energi dapat diminimalisir.
Penelitian mencakup dua tahapan proses utama, yaitu pembuatan tahu dan
pengeringan tahu menjadi tepung. Kedelai yang digunakan adalah kedelai hitam varietas
cikuray atau kedelai kuning varietas stine 2220 menggunakan 2 jenis koagulan, yaitu CaCl2
dan Glukono-Delta-Lakton (GDL). Kedelai awalnya dicuci dan kemudian direndam selama
8 jam pada temperatur ruang, kemudian dilakukan pemisahan kulit ari kedelai. Pemasakan
dilakukan pada temperatur 95°C selama 10 menit hingga diperoleh sari kedelai. Koagulasi
dilakukan pada temperatur 80°C selama 10 menit menggunakan konsentrasi koagulan
sebesar 0,3% w/w soymilk. Curd tahu yang diperoleh kemudian dicetak menggunakan
cetakan berukuran 7cm x 7cm dan ditekan dengan menggunakan beban 1 kg selama 30 menit
dan kemudian diperoleh tahu. Pengeringan dilakukan menggunakan tray dryer dengan
memvariasikan kondisi pengeringan menggunakan rancangan percobaan faktorial 2 faktor.
Temperatur udara pengering divariasikan sebanyak 4 level (50°C, 60°C, 70°C, 80°C) dan
tebal irisan tahu sebanyak 2 level (2 mm, 4 mm) dengan 2 kali replikasi. Respon yang diamati
berupa koefisien difusi massa (kg) dan koefisien difusi panas (hc) serta kadar protein
(kjeldhal), kadar air (moisture analyzer), kadar kalsium (atomic absorption
spectrophotometric), kadar lemak (soxhlet), dan kadar abu (pemijaran).
Hasil penelitian menunjukkan kedelai kuning memiliki kadar protein 1,15% lebih
tinggi dari kedelai hitam dan koagulan CaCl2 menghasilkan tahu dengan kadar kalsium
0,0596% lebih tinggi dari tepung tahu GDL, sehingga kedelai kuning dan koagulan CaCl2
kemudian digunakan sebagai bahan baku. Peningkatan temperatur udara meningkatkan nilai
kg dan hc, sedangkan peningkatan tebal irisan tahu meningkatkan nilai kg namun tidak
berpengaruh terhadap nilai hc. Kondisi pengeringan terbaik didapatkan pada kondisi operasi
temperatur 70°C dan tebal irisan 4 mm, dengan nilai kg 1,2273
𝑘𝑔
𝑚2𝑗𝑎𝑚
dan nilai hc 1588,65
𝑘𝐽
𝑚2𝑗𝑎𝑚 𝐾
. Tepung tahu yang diperoleh memiliki kadar protein 45,08%, kadar kalsium
0,0712%, kadar air 3,16%, kadar lemak 33,50% dan kadar abu 2,65%