Abstract:
Dalam penelitian ini akan difokuskan kepada orang transeksual. Transeksual
merupakan bagian dari transgender tetapi yang membedakannya adalah
transeksual lebih sering mengubah bagian tubuh dan organ kelamin mereka
dibanding kebanyakan transgender lainnya. Perubahan jenis kelamin tentu
menimbulkan akibat hukum yaitu bergantinya status hukum jenis kelamin orang
tersebut yang berdampak pada hak-hak keperdataan seperti Hak menikah, Hak
yang terletak dalam hukum keluarga yaitu Hak dan kewajiban suami-istri dan Hak
administrasi terkait pencatatan dokumen resmi. Maka, harus terdapat kejelasan
status hukum bagi transeksual karena setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum. Dalam studi kasus ini terdapat subjek hukum yang mengajukan
permohonan perubahan nama dan jenis kelamin yaitu Theresia Wulandari, seorang
wanita yang telah melakukan operasi pergantian kelamin lalu mengajukan
permohonannya perubahan nama dan jenis kelamin namun hakim menolak
permohonan tersebut dimana seharusnya hakim mengabulkan permohonan
tersebut, maka dari itu terhadap penetapan tersebut Penulis melakukan penelitian
ini dengan menggunakan metode yuridis normatif untuk mengkaji apakah
pertimbangan hukum penetapan permohonan perubahan jenis kelamin nomor
7/Pdt.P/2019/PN Cbn sudah tepat dalam menolak permohonan perubahan nama
dan jenis kelamin tersebut dan bagaimana status hak keperdataan pemohon seperti
Hak atas namanya dan Hak untuk melangsungkan perkawinan menurut rumusan
pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan ditemukan
hasil bahwa pertimbangan hukum hakim tidak tepat.