Abstract:
Tindak pidana penganiayaan bukan hanya sebatas memukul, menendang, menjambak, atau pun
mencekik, tetapi lebih dari itu, seperti halnya menyiram air keras merupakan salah satu bentuk tindak
pidana penganiayaan untuk melukai atau menimbulkan rasa sakit pada tubuh orang lain. Kasus ini
menceritakan bahwa terdapat 2 orang anggota aktif Brimob bernama Rahmat Kadir Mahulette sebagai
pelaku utama dan Ronny Bugis sebagai pelaku yang turut serta melakukan perbuatan yang dengan
sengaja menyiramkan campuran cairan asam sulfat berupa air aki dengan air biasa yang ditujukan
kepada Novel Baswedan yang saat itu berkedudukan sebagai Penyidik KPK. Permasalahan yang terjadi
adalah pada saat Majelis Hakim memutuskan bahwa perbuatan anggota Brimob tersebut tidak sengaja
menyiramkan campuran cairan asam sulfat ke wajah Novel Baswedan serta perbuatannya ini tidak
memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 355 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang
Penganiayaan Berat Dengan Rencana Lebih dulu, dengan alasan Terdakwa tidak memiliki sikap batin
sengaja untuk menimbulkan luka berat. Anggota Brimob tersebut mengakui perbuatannya setelah 2
tahun sejak peristiwa terjadi karena merasa Institusi Polri dianggap lemah dengan alasan tidak dapat
menemukan pelaku asli penyiraman campuran cairan asam sulfat tersebut. Maka, dari adanya
pengakuan yang dilakukan oleh kedua pelaku tersebut, kemudian Majelis Hakim menjatuhkan
hukuman pidana penjara masing-masing 2 tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan 1 tahun
6 bulan penjara kepada Ronny Bugis.
Metode penelitian yang penulis lakukan adalah Yuridis Normatif. Penelitian yang penulis
lakukan hanya dari posisi Rahmat Kadir Mahulette. Dari hasil penelitian penulis, bahwa pertimbangan
Majelis Hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi Rahmat Kadir Mahulette dengan dasar Pasal 353
ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak tepat, karena sesungguhnya dari seluruh
rangkaian perbuatan Rahmat Kadir Mahulette unsur-unsur dalam Pasal 355 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP dapat dibuktikan. Selanjutnya, Majelis Hakim tidak rasional dalam memutuskan
menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 tahun, karena dibandingkan dengan kasus-kasus serupa
yang penulis temukan, Majelis Hakim dalam kasus ini tidak memasukkan fakta-fakta hukum penting
lainnya yang sangat berpengaruh terhadap Putusan di dalam kasus ini, seperti halnya Penganiayaan
Berat Dengan Rencana Lebih Dulu yang ditujukan kepada Pejabat yang sedang bertugas. Sehingga,
penulis menyimpulkan pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Nomor 372/Pid.B/PN Jkt Utr., adalah kurang tepat dan tidak rasional.