Problematik pelaksanaan aborsi dari kehamilan korban perkosaan

Show simple item record

dc.contributor.advisor Pohan, Agustinus
dc.contributor.author Safara, Anada
dc.date.accessioned 2022-11-29T07:18:48Z
dc.date.available 2022-11-29T07:18:48Z
dc.date.issued 2021
dc.identifier.other skp42368
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/13859
dc.description 4852 - FH en_US
dc.description.abstract Tindak Pidana Perkosaan adalah salah satu kejahatan yang berdampak buruk bagi perempuan tidak hanya berdampak buruk pada fisik, psikis bahkan dapat berimbas pada masa yang akan datang, salah satunya kehamilan yang tidak diinginkan. Korban perkosaan akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu antara melanjutkan kehamilannya atau melakukan tindak aborsi yang sama sulitnya. Kasus aborsi di Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Sebagai jawaban atas permasalahan aborsi bagi korban perkosaan ini, Pemerintah melahirkan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014tentang Kesehatan Reproduksi yang mengecualikan Tindak Pidana Aborsi dengan alasan adanya Indikasi Medis yang dapat mebahayakan nyawa Ibu dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Namun dalam implementasinya terdapat ketidaksesuaian antara regulasiterkait aborsi pada korban perkosaan dengan fakta yang ada di masyarakat. Dari penelitian diperoleh beberapa problematik dalam pelaksanaan aborsi dari kehamilan korban perkosaan yaitu masyarakat masih awam mengenai hak-hak reproduksi sehingga masih banyak yang mengakses layanan aborsi illegal kemudian layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri masih sangat terbatas dan belum bisa diakses dengan mudah di setiap wilayah Indonesia, lalu adanya ketidakjelasan siapa yang berwenang menentukan konselor dan pelatihan bagi dokter yang hendak melakukan aborsi sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan. Lalu mengenai batas waktu 40 hari yang diberikan pemerintah dalam pelaksanaan aborsi kehamilan korban perkosaan yang dirasa kurang memberikan keadilan bagi korban perkosaan, ada pula sikap IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yangmenetang Aborsi Kehamilan Akibat Perkosaan karena dianggap bertentangandengan Sumpah Dokter. Oleh karena itu, problematika pelaksanaan aborsi legal dan aman bagi korban perkosaan yang ditemukan dalam regulasi aborsi legal ini harus segera diperbaiki, agar setiap wanita yang menjadi korban perkosaan mendapat perlindungan yang layak sebagaimana mestinya. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.subject Problematik en_US
dc.subject Aborsi en_US
dc.subject Korban Perkosaan en_US
dc.title Problematik pelaksanaan aborsi dari kehamilan korban perkosaan en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2017200015
dc.identifier.nim/npm NIDN0428085601
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account