Alasan penolakan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian material Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Show simple item record

dc.contributor.advisor Soetoprawiro, Koerniatmanto
dc.contributor.author Nuriman, Rizky
dc.date.accessioned 2022-11-28T04:05:00Z
dc.date.available 2022-11-28T04:05:00Z
dc.date.issued 2021
dc.identifier.other skp42381
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/13835
dc.description 4865 - FH en_US
dc.description.abstract Provinsi Papua merupakan daerah otonom yang diberikan status sebagai daerah khusus, implementasi diberikannya status tersebut adalah diberikannya kewenangankewenangan khusus kepada pemerintahan daerah provinsi Papua untuk menyelenggarakan hak otonominya yang disebut dengan otonomi khusus. kewenangan khusus tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Undang-Undang Otsus Papua). Salah satu kewenangan khusus tersebut adalah adanya nomenklatur penamaan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) untuk penamaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua (DPRD). Selain adanya nomenklatur tersebut, daerah Provinsi Papua memiliki kewenangan yang berbeda dalam mekanisme pengisian jabatan anggota DPRP. Kewenangan tersebut berupa, adanya mekanisme “diangkat” terhadap orang asli Papua dalam pengisian jabatan anggota DPRP, sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Otsus Papua. Mekanisme ini bertujuan untuk melindungi hak-hak asli masyarakat Papua dan agar dipastikannya masyarakat asli Papua dapat ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan provinsi Papua, sehingga mereka dapat pula ikut serta dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat asli Papua. Akan tetapi pada prakteknya salah satu masyarakat asli Papua, merasa dengan adanya mekanisme “diangkat” dalam pengisian jabatan anggota DPRP. Mengakibatkan hilangnya hak konstitusional berupa kedudukan yang sama dalam pemerintahan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Oleh karena itu salah satu masyarakat asli Papua, yaitu Penetina Cani Cesya Kogoya mengajukan judicial review terhadap Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Otsus Papua sepanjang frasa diangkat terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu dengan adanya Judicial Review ini memperlihatkan bahwa adanya multi tafsir dalam menafsirkan kewenangan khusus “diangkat” dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Otsus Papua. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.subject Otonomi Khusus en_US
dc.subject Dewan Perwakilan Daerah Papua en_US
dc.subject Pemerintah Daerah Provinsi Papua en_US
dc.subject Masyarakat Asli Papua en_US
dc.title Alasan penolakan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian material Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2016200064
dc.identifier.nidn/nidk NIDN0425025301
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account