Abstract:
Penulisan hukum ini berfokus pada suatu doktrin yang belum ada legalitasnya
dalam hukum internasional. Doktrin tersebut adalah doktrin pre-emptive strike,
doktrin tersebut merupakan suatu kebijakan politik Amerika yang bertujuan
sebagai bentuk dari perlindungan diri atau self defense bagi negaranya. Tidak ada
pengaturan yang jelas mengenai pre-emptive strike, yang mengakibatkan
timbulnya perdebatan terkait legalitasnya dalam hubungan internasional. Hukum
internasional hanya mengatur tentang self defense, pengaturan tertulis terkait self
defense terdapat dalam Pasal 51 Piagam PBB. Namun demikian istilah sself
defense telah lama dikenal sebelum Piagam PBB terbentuk, tepatnya ketika terjadi
kasus Caroline. Kasus tersebut menjadi acuan legalitas suatu self defense dalam
kebiasaan internasional sebelum Piagam PBB terbentuk. Untuk melihat suatu
legalitas pre-emptive strike dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu mengenai self
defense, karena pre-emptive strike berkaitan erat dengan self defense. Terdapat
dua prinsip self defense dengan parameter penerapan yang berbeda yang terdapat
dalam kebisaan internasional dan Piagam PBB. Prinsip self defense dalam
kebiasaan internasional bersifat ancipatory self defense, yang dimana hal tersebut
tidak berbeda jauh dari prinsip pre-emptive strike. Salah satunya kedua prinsip
tersebut mewajibkan terpenuhinya unsur imminent threat, agar suatu tindakan self
defense atau pre-emptive dapat dikatakan legal dalam kebiasaan internasional.
Unsur imminent threat sendiri belum ditemukan titik terang mengenai
penjelasannya dan tidak ada pengaturan terkait unsur tersebut. Sedangkan prinsip
self defense dalam Piagam PBB tidak bersifat anticipatory, karena mengharuskan
adanya serangan terlebih dahulu. Sampai saat ini tidak ada pengaturan lebih
lanjut mengenai legalitas pre-emptive strike, sehingga diperlukannya pengaturan
lebih lanjut untuk memperjelas legalitasnya dalam hukum internasional.