Abstract:
Bank Syariah memiliki produk pembiayaan yang salah satunya adalah akad pembiayaan murabahah. Akad pembiayaan murabahah adalah pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang telah disepakati. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah menyatakan bahwa, jaminan hanya sebagai bentuk iktikad baik. Akad pembiayaan murabahah jaminan yang digunakan ialah jaminan fidusia, diatur secara umum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, akan tetapi tidak diatur lebih rinci terkait eksekusi jaminan fidusia, sehingga Bank Syariah X membuat aturan turunan terkait dengan tata cara eksekusi jaminan fidusia. Maka permasalahannya adalah Bagaimana peraturan yang dibuat oleh Bank Syariah X mengenai eksekusi jaminan fidusia dan apakah tata cara eksekusi jaminan fidusia pada akad pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh Bank Syariah X telah sesuai dengan peraturan Bank Syariah X serta prinsip syariah dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara normatif terhadap SK Direksi Nomor 263/SK/DIR-PPD/2017 tentang Pedoman Penanganan Pembiayaan Bermasalah, dan SK Direksi Nomor 055/DIR-PPD/2017 tentang Standar Operasional dan Prosedur Penjualan Agunan Pembiayaan Bermasalah diukur dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Selain itu sebagai pelengkap juga dilakukan wawancara terhadap praktisi yang kompeten di bidang eksekusi jaminan fidusia Bank Syariah. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika deduksi. Berdasarkan analisis terhadap aturan eksekusi jaminan fidusia pada akad murabahah oleh Bank Syariah X berdasarkan prinsip syariah dan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan hasil wawancara diketahui bahwa 1) Aturan mengenai eksekusi jaminan fidusia pada akad murabahah oleh Bank Syariah X belum memuat secara menyeluruh prinsip syariah, karena mengenai obyek jaminan fidusia melihat pada hanya atau harus melebihi nilai pokok sehingga memungkinkan adanya unsur riba dan haram pada jaminan fidusia; 2) Praktik yang dilakukan Bank Syariah X belum sesuai dengan Putusan MK karena aturan Bank Syariah X belum mengacu kepada Putusan MK dalam penyelesaiannya, sehingga memungkinkan adanya penyelesaian secara sepihak yang dilakukan oleh Bank Syariah X, sehingga perlu dilakukan pembaruan pada aturan yang dibuat oleh Bank Syariah X.