Abstract:
Perjanjian perkawinan adalah suatu perjanjian tertulis, tetapi tidak termasuk taklik talak, yang dibuat secara sukarela oleh para mempelai atau para calon mempelai sebelum, saat, atau setelah perkawinan dilangsungkan dan disahkan oleh pegawai pencatat nikah atau notaris. Perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dan Pasal 139 sampai dengan Pasal 179 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) sebatas pada ketentuan yang belum diatur dan tidak bertentangan dengan UU Perkawinan. Sejauh ini belum ada aturan pelaksana terkait perjanjian perkawinan.
Seiring waktu, semakin banyak orang yang sadar akan keberadaan perjanjian perkawinan dan membuatnya. Akan tetapi, tata cara pembuatan dari perjanjian perkawinan sendiri belum diatur dalam UU Perkawinan. Hingga kini juga masih menjadi perdebatan di masyarakat, apakah perjanjian perkawinan merupakan perjanjian yang menimbulkan perikatan sebagaimana perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Hal ini dikarenakan perjanjian perkawinan diatur dalam Buku I KUHPerdata, namun memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata.
Selain itu, walaupun perjanjian perkawinan dibuat atas dasar kesepakatan, tidak menjamin kesepakatan di dalamnya akan dipenuhi terus-menerus oleh para pihak. Lebih lanjut, akibat hukum tidak dipenuhinya kesepakatan dalam perjanjian perkawinan juga belum jelas. Tidak dipenuhinya kesepakatan dalam perjanjian perkawinan dapat menimbulkan sengketa dan tidak menutup kemungkinan suami dan/atau istri ingin bercerai karenanya. Akan tetapi alasan perceraian menurut hukum positif Indonesia diatur secara limitatif, di mana tidak dipenuhinya kesepakatan dalam perjanjian perkawinan bukan merupakan alasan perceraian.