Abstract:
Provinsi Papua merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus sehingga
diberikan otonomi yang bersifat khusus dalam mengatur dan mengurus sendiri wilayahnya
berdasarkan kepentingan masyarakat setempat. Salah satu materi otonomi khusus yang
diberikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua (UU Otsus Papua) adalah dibentuknya Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk
melindungi hak-hak orang asli Papua. Salah satu kewenangan MRP adalah memberikan
pertimbangan dan persetujuan mengenai keaslian orang Papua terhadap bakal calon Gubernur
dan Wakil Gubernur Provinsi Papua. Adapun kriteria orang asli Papua adalah orang yang
berasal dari ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli Provinsi Papua dan/atau orang yang
diterima sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Provinsi Papua berdasarkan Pasal 1
huruf t UU Otsus Papua. Meskipun kriteria orang asli Papua terdiri dari 2 (dua) klasifikasi,
pada prakteknya MRP dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan tidak konsisten
karena hanya berdasarkan 1 (satu) klasifikasi, yakni orang yang berasal dari ras Melanesia yang
terdiri dari suku-suku asli Provinsi Papua. Begitu pula, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor 29/PUU-IX/2011 merupakan putusan yang mengambang karena kriteria orang asli
Papua itu sendiri adalah orang yang diakui oleh suku asal bakal calon Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Papua. Adanya Putusan MK di atas menyebabkan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Provinsi Papua berada di posisi dilematis karena penentuan seseorang merupakan orang
asli Papua dapat didasarkan atas persetujuan MRP atau pengakuan dari suku asal bakal calon
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua. Oleh karena itu, tidak ada kepastian hukum
dalam menetapkan seseorang merupakan orang asli Papua atau bukan orang asli Papua.