Abstract:
Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan dibidang teknologi muncul fenomena
baru yang berdampak pada bidang kesehatan, yaitu dengan adanya Telemedicine.
Telemedicine merupakan suatu layanan kesehatan antara dokter dengan pasien jarak jauh guna
mengirimkan data medik pasien menggunakan media internet. Salah satu bagian
dari Telemedicine adalah dengan adanya klinik kesehatan online, klinik kesehatan online ini
berbeda dengan klinik kesehatan konvensional, klinik kesehatan online dilakukan antara dokter
dan pasien melalui media internet tanpa harus bertatap muka dengan mengesampingkan
tahapan-tahapan yang seharusnya dilakukan dalam praktik kedokteran sebelum ditegakannya
diagnosis. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai penyelenggaraan klinik
kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara online dengan mengesampingkan adanya tatap
muka antara pasien dengan dokter dalam melakukan tindakan pemeriksaan dan pertanggung
jawabannya. Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis dengan menggunakan metode penelitian
Yuridis Normatif. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan Studi Pustaka. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Seorang dokter yang melakukan praktik pada klinik kesehatan online
tidak berhak dan tidak dapat memberikan diagnosis terhadap seorang pasien, sekalipun terdapat
persetujuan dari pasien tersebut. Hal tersebut dikarenakan dalam melakukan diagnosis
diperlukan serangkaian pemeriksaan fisik dan mental terhadap pasien yang menjadi
kewenangan dokter tersebut. Selain itu, klinik kesehatan online belum dapat dikatakan sebagai
klinik kesehatan sebagaimana yang tertera pada Permenkes 9/2014 tentang klinik. Pertanggung
jawaban atas dokter yang berpraktik dalam klinik kesehatan online yaitu dalam bentuk adanya
pemberian sanksi dari Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, dan
Ketentuan Pidana yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran. Sedangkan dalam
pertanggungjawabannya terhadap pasien telah terhapus dikarenakan tidak terpenuhinya syarat
objektif dalam perjanjian terapeutik antara keduanya yaitu mengenai klausa hukum yang halal.
Apabila dalam hal ini telah terjadi kerugian yang dialami oleh pasien, maka dapat mengadukan
secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan
ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran.