Abstract:
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 mengatur larangan
pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang berstatus
Daftar Pencarian Orang (DPO) namun Surat Edaran yang dikeluarkan oleh
Mahkamah agung bukanlah peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan dan Indonesia menganut civil law
yang dimana peraturan perundang-undangan menjadi rujukan utama sehingga
tidak cocok apabila Surat Edaran Mahkamah Aguung menjadi rujukan bagi
masyarakat, selain itu pengaturan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
1 Tahun 2018 tersebut mengatur bahwa Pengajuan praperadilan oleh Advokat
yang diberi kuasa oleh kliennya dinyatakan langsung tidak dapat diterima oleh
Hakim tanpa dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh hakim padahal Advokat
selain membela klien juga merupakan penegak hukum yang sama seperti hakim,
polisi, jaksa yang bertujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan
Adanya Pengaturan Larangan Pengajuan Praperadilan bagi tersangka
yang berstatus DPO/melarikan diri akan menjadi tidak adil terhadap tersangka
dikarenakan adanya terlebih dahulu surat panggilan yang tidak sah oleh penyidik
dan tersangka yang mempunyai alasan logis/kuat yang dapat dibuktikan di sidang
praperadilan dan Keberlakuan Surat Edaran Mahkamah Agung hanya ada dalam
kalangan lingkungan peradilan yaitu hakim sebagai patokan dan bukan secara
umum untuk diberlakukan terhadap masyarakat sehingga oleh karena itu
Pengaturan terhadap Larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang
melarikan diri atau sedang dalam status DPO sebagaimana dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 seharusnya ditingkatkan lagi menjadi
peraturan perundang-undangan yang disahkan oleh Presiden dan DPR sehingga
dapat diberlakukan secara umum terhadap masyarakat
Advokat sebagai penegak hukum mempunyai hak untuk menilai apakah
akan mengajukan praperadilan dari pemberian kuasa kliennya dengan tetap
berpegang pada kode etik dan peraturan perundang-undangan, sebagaimana hak
ii
yang melekat pada Advokat tersebut adalah hak kebebasan dan kemandirian yang
melekat di Advokat yang diatur Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat sehingga tidak cocok apabila permohonan praperadilan oleh Advokat
dinyatakan langsung tidak dapat diterima oleh hakim tanpa dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu oleh hakim di sidang praperadilan