Abstract:
Hukum acara perdata merupakan prosedur untuk menyelesaikan perkara dalam
bidang perdata atau privat. Menumpuknya perkara perdata di pengadilan
mengakibatkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan tidak berjalan
dengan baik. Sehingga pada tanggal 7 Agustus 2015, Mahkamah Agung atas
kewenangannya mengeluarkan suatu produk hukum yaitu PERMA Nomor 2 Tahun
2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Gugatan Sederhana (Small
Claim Court) adalah sebuah mekanisme penyelesaian perkara secara cepat sehingga
yang diperiksa dalam small claim court tentunya adalah perkara-perkara yang
sederhana. PERMA Nomor 2 Tahun 2015 salah satunya mengatur mengenai
pemeriksaan dan penyelesaian perkara gugatan sederhana dilakukan oleh hakim
tunggal. Akan tetapi, terdapat peraturan yang berbeda mengenai ketentuan jumlah
hakim dalam menyelesaikan perkara, sebagimana yang di atur dalam
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan
bahwa pengadilan memeriksa hingga memutuskan perkara harus dilakukan oleh
majelis hakim yang sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim. Suatu persidangan
dapat mengatur jumlah hakim kurang dari 3 (tiga) atau lebih dari 3 (tiga), tetapi harus
melalui perintah undang-undang.
Berdasarkan hasil penelitian, Mahkamah Agung berwenang untuk mengeluarkan
suatu produk hukum apabila terdapat kekosongan hukum dan kedudukan PERMA
secara hierarki posisinya terpisah dengan undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif, sehingga PERMA berada di bawah undang-undang. Oleh karena itu,
ketentuan mengenai hakim tunggal dalam menyelesaikan perkara gugatan sederhana
dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2015 bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan di atasnya, yaitu Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman.