Abstract:
Indonesia merupakan negara dengan sektor perikanan yang cukup besar,
dengan jumlah tangkapan yang diizinkan atas potensi lestari yakni sebanyak 5,12 juta
ton per tahun. Nelayan merupakan entitas yang memiliki andil dalam pemanfaatan
sektor perikanan tersebut. Dalam kegiatan penangkapan ikan, kaum perempuan
nelayan seringkali mengalami kendala dalam memperoleh pengakuan sebagai
nelayan. Akibat dari hal tersebut, perempuan nelayan juga mengalami kesulitan untuk
mendapatkan hak-hak nelayan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan,
dan Petambak Garam. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang fenomena tersebut,
penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis, guna mengetahui
aturan hukum yang berlaku dan realita yang terjadi dalam masyarakat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kaum perempuan nelayan belum memperoleh hakhak
nelayan, terutama hak atas sarana dan hak atas jaminan perlindungan dari risiko
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, karena
mereka bahkan masih kesulitan untuk mendapatkan pengakuan sebagai nelayan.
Kemudian, Pasal 45 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
sebagai satu-satunya Pasal yang secara eksplisit mengatur tentang peran perempuan,
turut mendiskriminasi dan turut mengecilkan peran perempuan nelayan.