Abstract:
Kampung Apung yang berada pada Kapuk, Cengkareng awal mulanya merupakan kampung kota yang berdiri di atas tanah, namun akibat adanya perubahan topografi di sekitar kampung, kampung ini kemudian berada pada cekungan yang terbentuk dari hasil peninggian jalan dan pembangunan industri di sekitarnya. Cekungan ini kemudian perlahan terisi dengan air setiap hujan dan banjir lima tahunan dan memaksa masyarakat untuk melakukan adaptasi untuk tetap dapat bertahan di kampung tersebut. Adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat ini kemudian menghasilkan perubahan- perubahan fisik di dalam Kampung Apung. Salah satunya yang paling terlihat jelas adalah adanya perubahan rumah satu lantai milik warga dari yang berada di atas tanah kini menjadi rumah dua lantai atau lebih yang berada di atas air. Hal inilah yang membedakan Kampung Apung dari kampung kota pada umumnya.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penggunaan dokumen sebagai penelitian jalur historis di mana peta dan foto udara digunakan untuk menggambarkan keadaan fisik kampung sebelum terendam air yang terdiri dari pola, struktur, dan jaringan infrastruktur kampung serta tatanan rumah tinggal. Data dari dokumen ini kemudian dilengkapi oleh hasil wawancara dengan informan yang telah tinggal sejak kampung belum terendam air. Hasil dari peta dan foto udara juga wawancara tersebut kemudian dipetakan kembali menjadi peta kampung sebelum terendam air. Wawancara mengenai perubahan pola aktivitas spasial dalam masyarakat terhadap keberadaan air juga dilakukan untuk menentukan hubungan perubahan pola aktivitas terhadap lingkungan fisik kampung.
Penelitian dan analisis perubahan yang terjadi dikaji dengan teori Amos Rapoport mengenai adaptasi, teori Kostof mengenai struktur sebuah permukiman, dan Anthony Gidens mengenai strukturasi. Dari hasil penelitian dan analisis terlihat beberapa bagian kampung yang mengalami perubahan dan beberapa bagian yang mengalami resistensi. Terjadi pula perubahan pola tatanan bangunan dan struktur kampung dalam skala besar.