Abstract:
Dalam arsitektur khususnya arsitektur Gereja, pengalaman ruang memegang peran
penting untuk mendukung fungsinya. Pengalaman ruang tersebut bersifat multi-indera,
sehingga arsitektur menekankan perhatiannya pula pada ruang arsitektural melalui
pengalaman audial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika keterhubungan
pengalaman soundscape terhadap arsitektur khususnya elemen-elemenya yang ada pada
Kompleks Gereja Katedral Santo Petrus Bandung untuk melihat pula keestetikaan
lingkungannya. Gereja Katedral Santo Petrus Bandung telah berdiri sejak tahun 1922 di
pusat kota Bandung dan lokasinya bersebelahan dengan jalur kereta api, jalan raya serta
merupakan lintasan pesawat terbang.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode analisis,
interpretasi dan pencapaian deskriptif. Pengukuran lapangan, penyebaran kuesioner dan
wawancara dilakukan guna melengkapi data kualitatif. Analisa dilakukan dengan metode
analitis antara hasil observasi lapangan, klasifikasi data, pembagian kuesioner, wawancara
serta menghubungkannya dengan kajian teori tentang soundscape, sense of place, intention
of architecture, akustik arsitektur, teori persepsi dan Karakteristik Gereja Katolik.
Suara yang dominan terdengar pada Kompleks Gereja Katedral adalah suara kereta
api, suara kendaraan, suara masjid dan suara pesawat terbang. Para pengunjung masih
merasa nyaman dengan suara-suara bising karena adanya suara natural yang mendukung
kegiatan peribadatan di dalam Kompleks Gereja. Elemen arsitektural yang sudah
berkembang dari waktu ke waktu dianggap masih belum bekerja secara optimal, sehingga
suara-suara bising masih dapat terdengar. Suara yang dihasilkan oleh Gereja yaitu suara
lonceng menjadi sebuah tanda (soundmark) bagi kawasan tersebut dan dianggap tidak
mengganggu. Jika dilihat dari kacamata keestetikaan, hubungan elemen arsitektural dan
soundscape Gereja Katedral Bandung dengan keestetikaan perkotaan masih belum tercipta
dengan baik karena nilai baik, benar dan indahnya belum seimbang.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pertimbangan dan masukan bagi
perencana dan peracang pada kedalaman desain, khususnya dalam mendesain sebuah
Gereja. Melalui perancangan yang memperhatikan aspek pengalaman multi-indera
khususnya dalam auditory experience, pengalaman ruang dapat dirasakan secara
menyeluruh dan kualitas ruang gereja dapat meningkat.