Abstract:
Penyebaran Islam di Indonesia meninggalkan keberagaman budaya akibat adanya akulturasi
khususnya di Pulau Jawa. Diantaranya adalah ritual-ritual atau aktivitas asli Jawa kuno yang
disesuaikan dan dipadukan dengan budaya Islam. Aktivitas ritual budaya ataupun ritual religius
Islam tersebut tentunya memerlukan ruang. Masjid pun menjadi wadah untuk aktivitas tersebut
dengan ruang-ruang di dalamnya yang menunjang aktivitas-aktivitasnya. Aktivitas-aktivitas tersebut
tentunya mempengaruhi tata ruang dan massa pada masjid sebagai sarana penyebaran agama Islam
saat itu. Cirebon dan Yogyakarta yang merupakan dua kerajaan Islam atau kesultanan di Pulau Jawa
pada saat itu tentunya memiliki masjid utama sebagai sarana ibadah maupun sarana penyebaran
agama, masjid tersebut adalah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dan Masjid Gedhe Kauman
Yogyakarta. Kedua masjid tersebut memiliki lokasi dengan keadaan berbeda, hal ini menarik untuk
diteliti karena tentunya dua wilayah ini memiliki budaya yang berbeda. Tujuan penelitian untuk
mencari perbedaan dan persamaan tata ruang dan massa berdasarkan aktivitas pada Masjid Agung
Sang Cipta Rasa dan Masjid Gedhe Kauman.
Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan cara
mendeskripsikan keadaan tata ruang dan massa kedua masjid dan membandingkannya dengan teori
tata ruang dan massa berdasarkan aktivitasnya untuk mengetahui perbedaannya. Data kedua masjid
dikumpulkan dengan cara observasi lapangan dan studi pustaka. Data dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu tata massa pada lingkup lingkungan sekitar, dan tata ruang dan massa pada lingkup
tapak kedua masjid. Analisis aktivitas dan budaya di kedua masjid dikaitkan dengan teori tata ruang
dan massa, dan juga kebutuhan ruangnya yang kemudian membandingkan tata ruang dan massa
kedua masjid tersebut.
Melalui penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan tata massa pada kedua masjid
dimana Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berada di pesisir memiliki orientasi ke arah kiblat
sesuai ajaran Islam dan Masjid Gedhe Kauman yang berada di pedalaman Jawa berorientasi tepat
ke arah matahari terbenam atau barat mengikuti konsep kosmologi Jawa yang digunakan keraton.
Selain itu, ritual budaya setempat Yogyakarta dilakukan di kompleks Masjid Gedhe Kauman yang
mempengaruhi tata massanya sedangkan di Cirebon, ritual budaya setempat dilakukan di kompleks
Keraton Kasepuhan ataupun alun-alun. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada tata ruang dari
kebutuhan aktivitas ritual Islam, namun hanya saja pada Masjid Gedhe Kauman, terdapat
pembatasan yang jelas antara ruang shalat atau bersuci pada pria dan wanita dimana adanya
pawestren atau ruang shalat wanita pada masjid tersebut dan ruang tersebut tidak terdapat pada
Masjid Agung Sang Cipta Rasa.