Abstract:
Salah satu mega proyek yang direncanakan oleh pemerintah adalah proyek LRT (Light Rail
Transit) Jabodebek yang dikerjakan oleh PT Adhi Karya mulai pada bulan September 2015
dengan target penyelesaian pada akhir 2018. Hal ini menjadi sebuah kendala karena pembiayaan
untuk proyek ini sebesar 29,9 triliun rupiah yang mana nilainya hampir tiga kali lipat dari total
aset yang dimiliki oleh PT Adhi Karya pada saat itu. Selain itu, PT Adhi Karya juga sedang
menunjukan kinerja yang tidak terlalu baik dibandingkan perusahaan konstruksi BUMN lainnya.
Mendapatkan proyek dengan nilai yang tinggi seharusnya menjadi sentimen positif bagi
perusahaan untuk mengembangkan usahanya, namun yang terjadi adalah menurunnya reaksi
pasar yang membuat harga saham PT Adhi Karya cenderung menurun serta kinerja keuangan
yang justru terlihat memburuk akibat pembiayaan yang terlalu tinggi. Berdasarkan latar belakang
tersebut, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah yaitu gambaran kinerja rasio
perusahaan sebelum dan sesudah mendapatkan proyek LRT, serta gambaran arus kas perusahaan
sebelum dan sesudah mendapatkan proyek LRT.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Teknik pengumpulan data berupa
Teknik dokumentasi dengan jenis data kuantitatif dan kualitatif. Data yang diambil berupa
laporan keuangan yang diperoleh dari situs resmi perusahaan, berita mengenai bisnis yang
terkait yang diperoleh dari media massa dan surat kabar.
Berdasarkan penelitian, penulis menyimpulkan bahwa proyek LRT berdampak negatif pada
tingkat rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, aktivitas dan kinerja arus kas perusahaan.
Secara umum tingkat kinerja rasio dan arus kas mengalami penurunan akibat pembiayaan yang
tinggi. Naiknya jumlah utang, semakin tingginya bunga utang, dan pendapatan yang tetap
menjadi sebab utama. Meskipun hal tersebut terjadi, perusahaan tetap mampu menjaga kinerja
keuangan agar tetap sesuai dengan standar industri melalui aksi korporasi yang dilakukan.