Abstract:
Jalan adalah jantung sosial masyarakat sebagai ruang publik terbesar per satuan luas di dalam kota. Saat ini Bandung sedang merencanakan program-program untuk menciptakan kota “smart” dan “sustainable”. Rencana tersebut mencakup proyek-proyek revitalisasi ruang jalan di seluruh kota Bandung. Salah satu dari proyek tersebut merupakan jl. Braga pada area kota tua Bandung. Hasil proses revitalisasi yang terus berjalan telah menunjukkan hasil fisik (dalam bentuk perbaikan kualitas koridor jalan) dan secara ketenaran (dalam bentuk jumlah pengunjung).
Meskipun demikian, popularitas yang terus berkembang dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengunjung karena ruang yang tersedia per orang akan mengecil. Asumsi ini telah dinyatakan sebelumnya oleh Carmona (2003) di mana dia menyatakan bahwa ketidaknyamanan dalam berjalan akan bertambah saat predestrian makin ramah.
Dengan antisipasi tersebut sudah lama terungkapkan sebelum proses revitalisasi, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah ketidaknyamanan berupa overcrowding disebabkan oleh banyaknya orang, atau akibat setting fisik dalam jalan yang kurang mewadahi kegiatan-kegiatan yang berlanngsung di dalamnya.
Untuk mengevaluasi setting fisik, penelitian ini akan membahas elemen setting fisik berupa hambatan (obstacle) yang dapat menciptakan gejala penghambatan dalam berkegiatan. Dengan identifikasi hambatan, dapat dipetakan area luas kegiatan efektif tiap hambatan dan mempelihatkan ruang yang diakuisisi tiap hambatan, sehingga didapatkan gambaran luas ruang sirkulasi. Nilai overcrowding kemudian diperkirakan dengan ukuran area per orang dalam bentuk potongan dengan resultan luas ruang sirkulasi yang ditemukan pada tahap sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata gejala penghambatan memiliki tingkat overcrowding constrained dan congested, yang merupakan kategori ketiga dan keempat paling padat. Kepadatan tersebut terbukti disebabkan oleh keberadaan hambatan pada 6 dari 7 kasus, baik secara langsung maupun dari kegiatan yang dipicunya.