Abstract:
Kebebasan beragama di Indonesia dapat dilihat di Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) amandemen kedua pada
Pasal 28E ayat (1) dan (2). Akan tetapi terdapat pula pembatasan dalam
konstitusi tersebut. Warga negara yang tidak mentaati pembatasan tersebut, maka
akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP).
Sebenarnya di dalam KUHP tidak diatur secara khusus menganai delik agama.
Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama (UUPNPS), maka
dalam KUHP ditambahkan Pasal 156a untuk menjerat tindak pidana penodaan
agama. Prosedur hukum dalam menentukan seseorang yang melakukan tindak
pidana penyalahgunaan dan/atau penodaan agama diatur dalam pasal 2
UUPNPS.
KUHP merupakan dasar penjatuhan sanksi terhadap tindak pidana yang terjadi,
akan tetapi KUHP baru bisa diberlakukan apabila ada hukum acaranya. Dalam
penulisan hukum ini hukum acara yang dijelaskan adalah prosedur hukum
sebagaimana diatur dalam pasal 2 UUPNPS.
Penulisan hukum ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum
normatif atau yuridis normatif yaitu menggunakan teknik pengumpulan data
berupa penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari berbagai literatur yang
berhubungan dengan objek penelitian atas bahan-bahan hukum baik
menggunakan bahan hukum primer, bahkan hukum sekunder, maupun bahan
hukum tersier.