Abstract:
Penanam modal asing yang menanamkan modalnya ke Indonesia dibatasi oleh peraturan
perundang-undangan yang membatasi maupun melarang penanaman modal asing di beberapa
sektor dan bidang usaha. Sehubungan dengan batasan kepemilikan saham tersebut, investor asing
memiliki batasan-batasan yang sebagaimana diatur di dalam Daftar Negatif Investasi Nomor 39
Tahun 2014. Oleh sebab itu praktik nominee agreement menjadi solusi bagi para penanam modal
asing untuk memiliki jumlah investasi atau saham yang lebih besar dari yang diperbolehkan
peraturan perundang-undangan. Akan tetapi nominee agreement adalah perjanjian pinjam nama
yang dilarang oleh Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
modal dengan akibat batal demi hukum karena melanggar unsur objektif yang terkandung dalam
pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian.Oleh karena itu para pihak tidak
menandatangani perjanjian ataupun pernyataan yang menegaskan kepemilikan sahamnya adalah
untuk dan atas nama orang lain, praktik tersebut menggungakan seperangkat dokumen yang
dikenal sebagai Nominee Arrangement. Nominee Arrangement sendiri adalah suatu cara atau
upaya investor asing untuk mengesampingkan batasan-batasan kepemilikan saham serta
menghindari larangan untuk mengadakan perjanjian pinjam nama. Salah satu bentuk dari
nominee arrangement adalah dengan menggunakan surat kuasa mutlak untuk menghadiri RUPS.
Keabsahan perjanjian pemberian kuasa tersebut adalah sah di mata hukum akan tetapi dibalik hal
tersebut terdapat motif yang melanggar peraturan perundang-undangan. Pengaturan mengenai
surat kuasa mutlak pada bidang penanaman modal di Indonesia belum ada hingga saat ini, selain
itu penggunaan surat kuasa mutlak tersebut merupakan suatu penyelundupan hukum karena
ditujukan untuk menghindari larangan-larangan yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Melihat peraturan mengenai penggunaan surat kuasa mutlak di Hukum penanaman
modal belum diatur maka dapat diterapkan metode analogi karena peristiwanya serupa, sejenis,
atau mirip dengan yang diatur didalam pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982
tentang peralihan hak atas tanah.